REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, menyerahkan sepenuhnya kepada Kepolisian terkait dengan rencana aksi pada 11, 12 dan 15 Februari. Namun, dia berharap agar minggu tenang Pilkada tidak digunakan untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat memengaruhi masyarakat.
''Minggu tenang itu didesain dalam Pemilu dimana memberikan satu waktu untuk masyarakat lebih tenang, lebih berkontemplasi untuk memilih siapa pemimpin terbaik yang harusnya mereka mereka pilih,'' kata Wiranto, Rabu (8/2).
Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 tentang Pilkada, orang yang melakukan kampanye di luar jadwal yang ditetapkan KPU akan dipidana penjara paling singkat 15 hari atau maksimal 3 bulan dengan denda minimal Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 1 juta.
Sedangkan masa kampanye sesuai jadwal yang ditetapkan KPU yaitu dimulai sejak 28 Oktober 2016 dan berakhir pada 11 Februari 2017. Tiga hari sebelum memasuki hari pemilihan merupakan masa tenang yaitu pada 12 - 14 Februari 2017. Adapun pemilihan akan berlangsung 15 Februari 2017.
Ia menegaskan, pihaknya tidak pernah melarang siapa pun untuk melakukan aksi demonstrasi. Karena Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tetang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum memberikan hak bagi warga negara melakukan unjuk rasa atau demonstrasi. ''Prinsipnya kita tidak pernah melarang masyarakat untuk melakukan demonstrasi karena itu hak masyarakat untuk menyampikan pendapat di muka umum, ada Undang-Undangnya,'' ucap Wiranto, di Jakarta, Rabu (8/2).
Namun, pemerintah wajib mengarahkan agar demonstrasi yang dilakukan taat terhadap aturan yang berlaku. Menko Polhukam akan melakukan langkah-langkah untuk melindungi kepentingan seluruh warga negara. ''Aksi apapun dan dari siapa pun silahkan, tetapi ada aturan mainnya. Intinya kebebasan silahkan diekspresikan tetapi jangan mengganggu kepentingan masyarakat yang lain,'' ujarnya.