Selasa 11 Sep 2012 16:27 WIB

All Indonesian Final?

Red: Heri Ruslan
Gelandang timnas U23 Indonesia, Andik Vermansyah (kiri), melepaskan tembakan voli di depan kiper Thailand dalam lanjutan pertandingan sepak bola penyisihan Grup A SEA Games ke-26 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Ahad (13/11).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Gelandang timnas U23 Indonesia, Andik Vermansyah (kiri), melepaskan tembakan voli di depan kiper Thailand dalam lanjutan pertandingan sepak bola penyisihan Grup A SEA Games ke-26 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Ahad (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Israr Itah

Rabu, 19 Desember 2012, pukul 18.45 WIB. Belum pernah area di seputar Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) seramai ini. Orang-orang-dengan mengenakan atribut merah khas pendukung timnas Indonesia-berdatangan dari berbagai akses masuk kawasan Senayan.

Konsentrasi massa terbagi dua, bergerak ke sejumlah pintu masuk stadion dan berjalan menuju enam titik fans park yang dibangun di sekeliling SUGBK. Ada enam layar lebar untuk menyaksikan laga final Piala AFF 2012 di sana. Kick-off pertandingan tinggal 15 menit lagi. Saya ikut bergegas. Tak boleh terlambat mencapai pintu kuning, gerbang masuk para jurnalis yang biasa meliput pertandingan di SUGBK.

Sudah enam bulan saya meninggalkan Jakarta dan tinggal di Wellington. Saya benar-benar kehilangan kontak dan tak membaca berita sepak bola Indonesia akibat kesibukan kuliah di ibu kota Selandia Baru itu. Dalam perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Senayan tadi pun, saya tak sempat membaca koran atau mengakses internet. Ponsel saya mati. Huh! Saya hanya sempat ditelepon seorang rekan yang meminta saya langsung ke SUGBK. “Ada final Piala AFF 2012. Indonesia main. Lu mesti datang. Id lu udah gw titip di penjaga pintu masuk,” kata dia.

Itu sebabnya saya terkejut. PSSI sekarang pintar menangani pertandingan besar. Tak ada lagi orang tanpa tiket bisa menerobos masuk, entah itu rakyat jelata ataupun pejabat. Sejumlah penjaga berwajah sangar siap mengadang. Mereka antisuap dan tak takut gertakan. Untuk pertama kali, saya bangga menjadi orang Indonesia.

FIFA anthem sudah terdengar. Dua tim yang akan bertanding terlihat memasuki lapangan. Wajah-wajah yang saya kenal mulai berbaris rapi di pinggir lapangan. Ada Bambang Pamungkas, Firman Utina, Irfan Bachdim, Andik Vermansyah, dan banyak lagi.

Kening saya berkerut. Ada yang aneh. Bambang dan Firman mengenakan kaus merah, sementara Irfan dan Andik memakai kaus putih. Mereka berada di tim berbeda!

Komar, rekan wartawan dari media online yang duduk tepat di sebelah saya, melihat kebingungan di wajah saya. Dia tersenyum. “Jangan bingung. Ini all Indonesian final. Siapa pun yang menang, kita pasti juara,” katanya sambil terkekeh.

Saya mengurungkan niat bertanya lebih lanjut karena lagu “Indonesia Raya” kemudian berkumandang. Persis seperti final Piala AFF 2010, penonton yang memenuhi SUGBK kompak bernyanyi hingga bait “hiduplah Indonesia Raya”. Kemudian, diikuti gemuruh tepuk tangan dan suara trompet memekakan telinga.

Hanya “Indonesia Raya”, tak ada lagu kebangsaan lain. Saya makin bingung. Keheranan saya bertambah saat membaca tulisan di dua tim papan skor, Indonesia PSSI vs Indonesia KPSI. Dua-duanya Indonesia? Ini dagelan?

Komar sekali lagi bisa membaca pikiran saya. Tanpa diminta, dia menjelaskan semuanya. “Gini, Bro, nggak lama setelah PSSI bentuk tim nasional dengan pelatih Nil Maizar, KPSI juga bikin tim nasional tandingan. Yang pegang Alfred Riedl. Keduanya sama-sama mengatasnamakan Indonesia.”

AFC, kata Komar, galau. Mereka tak berani memutuskan siapa yang berhak mewakili Indonesia. AFC juga menolak memberikan sanksi. Pertimbangannya bisnis, Piala AFF 2012 bisa sepi kalau Indonesia absen. Konfederasi Sepak Bola Asia ini akhirnya memutuskan menerima kedua timnas ini. Sebagai pembeda, satu menggunakan nama Indonesia PSSI dan satunya lagi Indonesia KPSI.

Gengsi dan gelimang bonus membuat pemain kedua timnas Indonesia ini kesetanan. Bonus besar dari bos AP membuat Indonesia PSSI melibas Thailand dengan agregat 3-2 pada semifinal. Sementara, janji rumah dan mobil dari Pak Nyala membuat Indonesia KPSI sukses menaklukkan musuh bebuyutan Malaysia dengan agregat 3-0 pada semifinal.

“Jadinya seperti ini, all Indonesian final. AFC memutuskan final tidak menggunakan sistem dua leg, home and away, karena kedua finalis dari Indonesia. Ini sejarah, Bro. Kita harus berpesta habis ini,” kata Komar sambil tertawa lebar.

Haaa…. All Indonesian final? Emangnya turnamen bulu tangkis Indonesia Open!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement