REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menjalankan program Kredit Perumahan Rakyat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). Beberapa perbankan termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) pun selama ini telah menyalurkannya. Namun, penyalurannya dinilai harus lebih sederhana.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan P Roeslani mengatakan, program rumah murah bisa terwujud, namun semuanya harus lebih disederhanakan. Hal itu supaya antara pengembang dan pembeli bisa berjalan bersama.
"Namanya juga pengembang pasti perlu ada margin juga. Maka tentunya ada insentif-insentif. Penyederhaan seperti itu harus kita dukung," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini.
Rosan mengatakan, Kadin akan memberi masukan juga mengenai apa yang perlu disederhanakan. Terutama berkaitan dengan aturan.
"Aturannya kalau bisa sedikit lebih sederhana dibandingkan aturan pengembang rumah yang lain. Logika-logika yang jalan aja," tambahnya.
Sejumlah industri keuangan telah menyalurkan rumah berskema KPR FLPP. Bank Sumut misalnya, mendapat alokasi 2.800 unit.
"KPR FLPP Bank Sumur mendapat alokasi 2.800 unit," ujar Direktur Utama Bank Sumut Edie Rizliyanto kepada Republika.co.id, Rabu, (15/2). Rumah KPR FLPP ini dijual senilai Rp 123 juta pada 2017.
Sementara itu, kini Bank Tabungan Negara (BTN) tengah mempersiapkan produk KPR mikro, ditujukan bagi masyarakat yang tak memiliki pendapatan tetap. Melalui produk tersebut rumah akan dijual seharga kisaran Rp 60 juta sampai Rp 75 juta dengan bunga 6 hingga 7,5 persen dan setoran uang muka (DP) paling tinggi 10 persen.