REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan pemerintah terus berupaya mendukung semua investasi di tanah air. Investasi tersebut, baik yang berasal dari asing maupun domestik.
Dalam hal pertambangan mineral logam, pemerintah tetap berpegangan pada Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) Nomor 4 Tahun 2009 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 sebagai revisi dan tindak lanjut semua aturan yang telah terbit sebelumnya. Mengacu pada UU dan PP tersebut, pemerintah tetap menghormati semua isi perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dan masih sah berlaku.
Mantan Menteri Perhubungan ini menjelaskan, atas dasar itu, semua pemegang Kontrak Karya (KK) dapat melanjutkan usahanya seperti sedia kala dan tidak wajib mengubah perjanjian menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sepanjang pemegang KK tersebut melakukan pengolahan dan pemurnian (hilirisasi) dalam jangka waktu lima tahun sejak UU Minerba 4/2009 diundangkan (pasal 169 dan pasal 170). Dengan fakta bahwa pemegang KK belum melakukan hilirisasi, maka pemerintah menawarkan kepada semua pemegang Kontrak Karya yang belum melakukan hilirisasi (membangun smelter) untuk mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK.
"Dengan demikian, sesuai Pasal 102-103 UU 4/2009, mereka akan tetap mendapat izin melakukan ekspor konsentrat dalam jangka waktu lima tahun sejak PP 1/2017 diterbitkan. Namun, mereka tetap diwajibkan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun," tutur Jonan lewat siaran pers, Ahad (19/2).
Ia menegaskan progres pembangunan smelter akan diverifkasi oleh verifikator independen setiap enam bulan. Jika progres tidak mencapai minimal 90 persen dari rencana, maka rekomendasi ekspor akan dicabut.