Selasa 28 Feb 2017 14:06 WIB

Persoalan Tarif Listrik Masih Hambat Pengembangan EBT di Indonesia

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nidia Zuraya
Energi Terbarukan
Foto: energy.gov
Energi Terbarukan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebut target penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025 belum tentu tercapai. Pemerintah, kata Jonan berusaha mencapai setidaknya 20 persen dalam delapan tahun ke depan.

Jonan mengungkapkan salah satu tantangan adalah tarif EBT yang tinggi. Ia menyinggung bagaimana 20-30 persen penduduk tanah air berpenghasilan di bawa 2.000 dolar AS per tahun tentu sulit mengikuti kenaikan tarif listrik.

Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana menegaskan apa yang dikatakan Jonan bagian dari reaksi pemerintah terhadap pasar saat ini. "Tapi tolong digarisbawahi, apa yang menjadi kebijakan pemerintah sekarang ini kan untuk minimum tidak membuat harga listrik naik. Intinya jangan sampai rakyat menanggung harga listrik yang mahal," tutur Rida di Kantor Kementerian ESDM, di Jakarta, Selasa (28/2).

Ditanyakan apakah pemerintah bakal menerapkan subsidi, Rida mengatakan segala opsi sedang dikaji pihaknya. Tentunya, kata dia, berpatokan pada reaksi pasar.

"Tapi kebijakan pemerintah, ujungnya tak mau rakyat menderita. Pak Presiden juga ingin kita lebih kompetitif, artinya modal untuk produksi barang harus lebih murah, salah satunya dari biaya energi. Ada kebijakan lain yang mengharuskan ada EBT. Pak Menteri bilang boleh saja, tapi tidak at any cost. Jadi pada saat kondisi saling bersilang, ada yang harus ngalah dulu. Jadi minimum tidak menaikkan TDL, kalau bisa menurunkan," tutur Rida menjelaskan.

Pemerintah, kata Rida mendengar masukan dari berbagai pihak terkait pencarian opsi terbaik. Ada yang menyarankan tarifnya tetap, tetapi diberi insentif.

"Teman-teman dari Mackenzie, pengusaha, World Bank, Kedubes kayak Perancis sudah kasih masukan. (insentif) Misalnya tanahnya pemerintah yang mengadakan, bunga bank diturunkan, atau bagaimana kalau nggak ada pajak," tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement