REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Sejumlah aksi unjuk rasa besar terjadi pascapemakzulkan Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-hye oleh Mahkamah Kontitusi di negara itu, Jumat (10/3). Pasukan keamanan bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya gelombang kekerasan.
Dalam demonstrasi yang berujung bentrokan antara pendukung dan penentang Park Geun-hye, sebanyak tiga orang dilaporkan tewas hingga Sabtu (11/3). Selain itu puluhan lainnya terluka dan menurut kepolisian, saat ini ada tujuh pengunjuk rasa yang ditahan dan diinterogasi.
Kepolisian Ibu Kota Seoul berencana menempatkan sekitar 20 ribu personil keamanan di sejumlah titik. Selain itu ada ratusan bus yang dikerahkan untuk memisahkan kerumumnan massa di jalanan dekat Istana Kepresidenan Korsel.
Dalam beberapa hari terakhir, gelombang protes di Korsel memburuk seiring proses penyelidikan skandal korupsi dari presiden perempuan pertama di negara itu. Park Geun-hye diduga melakukan pelanggaran hukum dengan membiarkan orang kepercayaannya bernama Choi Soon-sil mengambil keuntungan dengan pengaruh kekuasaannya.
Dalam penyelidikan yang dilakukan jaksa khusus, Choi Soon-sil diduga kuat menggunakan koneksinya dengan presiden untuk menekan sejumlah perusahaan. Dari sana, perusahaan-perusaahn itu memberikan sumbangan yang jumlahnya mencapai jutaan dolar.
Dalam kasus ini, salah satu perusahaan teknologi terbesar dunia asal Korsel, Samsung terlibat. Pemimpin grup perusahaan itu Lee Jae-yong diduga melakukan penyuapan dengan memberi sumbangan untuk yayasan nonprofit yang dioperasikan Choi Soon-sil. Saat ini, bos utama Samsung itu berada dalam tahanan.
Dalam penyelidikan, terdapat sejumlah bukti yang memperlihatkan Samsung memberikan sumbangan atau suap hingga 37,74 juta dolar AS. Bahkan, jumlah uang itu juga diduga untuk membiayai karier putri Choi Soon-sil, yaitu Chung Yoo-ra yang merupakan atlet berkuda.
Ia diberhentikan dari tugasnya oleh Parlemen Korsel pada 9 Desember lalu atas skandal itu. Namun, keputusan itu harus dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi agar Park Geun-hye secara resmi dimakzulkan.
Dengan keputusan dari delapan hakim di Mahkamah Konstitusi Korsel, pemakzulan Park Geun-hye disahkan. Ia dinilai terbukti bersalah dan dapat menghadapi tuntutan hukum karena hak imunitas atau kekebalan sebagai seorang presiden dinyatakan telah hilang.
Park Geun-hye juga harus meninggalkan kantor serta kediaman resminya sebagai presiden. Namun, menurut laporan ia belum akan meninggalkan Istana Kepresidenan yang juga dikenal dengan nama Blue House. Ia disebut tengah mempersiapkan diri untuk kembali ke rumah pribadi yang terletak di wilayah selatan Seoul.
Pemakzulan ini juga mengartikan pemilihan presiden baru akan dilakukan di Korsel. Dalam waktu 60 hari ke depan, atau tepatnya pada 9 Mei hal ini dilangsungkan dan hingga saat itu ia tetap menyadang jabatan sebagai pemimpin negara meski kekuasaannya dihilangkan dan digantikan pejabat sementara yang juga merupakan Perdana Menteri Korsel Hwang Kyo-ahn.