REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPW PPP DKI Jakarta kubu Djan Farid, Abraham Lulung Lunggana, meminta calon pejawat (incumbent) Pilkada DKI Ahok-Djarot tak mengklaim program Kartu Jakarta Pintar (KJP) sebagai keberhasilan pribadi. Apalagi, kata dia, hal itu dimanfaatkan sebagai alat politik.
"Jangan dijadikan semacam alat politik, kalau ini dijadikan (alat politik) berarti masyarakat ini sama saja tidak diberikan kecerdasan tapi masyarakat dibodohkan," kata dia usai deklarasi dukungan untuk Anies-Sandi di kantor DPW PPP DKI di Klender, Jakarta Timur, Ahad (12/3).
Lulung mengatakan, semua pembiayaan program KJP, KJS, dan PPSU berasal dari APBD atau uang masyarakat DKI. Program tersebut merupakan kesepakatan antara pemprov dan disetujui oleh DPRD DKI. Artinya, kata dia, KJP, KJS dan PPSU adalah amanat yang harus dijalankan oleh siapapun gubernur DKI.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini menjelaskan, banyaknya isu yang beredar di masyarakat bahwa KJP akan dihentikan jika gubernur ganti harus diluruskan. Program tersebut, kata Lulung, tak mungkin dibatalkan oleh siapapun di tengah jalan. "Oleh karenanya KJP itu siapapun gubernurnya, KJP harus tetap ada," ujar Lulung.
Isu KJP akan dihapus jika ganti gubernur juga sering disinggung Anies Baswedan di setiap kampanyenya. Ia mengklaim, kabar itu masif di masyarakat. Di setiap kampanyenya, Anies juga selalu mengingatkan warga bahwa itu kabar bohong. Dia menjelaskan, pasangan Anies-Sandi justru akan meningkatkannya menjadi KJP Plus. Program KJP Plus akan menambah dalam bentuk tunai.