Selasa 14 Mar 2017 19:00 WIB

Gaya Seni Kaligrafi Islam

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Kafilah menjalani lomba kaligrafi dan dekorasi yang merupakan rangkaian MTQ Nasional ke XXVI di Gedung Graha Bhakti Praja Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (1/8).(Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Kafilah menjalani lomba kaligrafi dan dekorasi yang merupakan rangkaian MTQ Nasional ke XXVI di Gedung Graha Bhakti Praja Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (1/8).(Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Memasuki zaman Khalifah Bani Umayyah (661-750 M) mulai timbul ketidakpuasan terhadap khath Kufii yang dianggap terlalu kaku dan sulit untuk digoreskan. Lalu, dimulailah pencarian dan inovasi dengan bentuk-bentuk lain yang dikembangkan dari gaya tulisan lembut atau non-Kufik, sehingga lahirlah banyak gaya.

Yang terpopuler, di antaranya, Tumar, Jalil, Nisf, Sulus, dan Sulusain. Tokoh kenamaan Bani Umayyah adalah Qutban al-Muharrir, sedangkan Khalifah pertama Bani Umayyah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680) adalah pelopor pendorong diusahakannya pencarian bentuk-bentuk kaligrafi tersebut.

Pada masa Daulah Abbasiyah (750-1258) dikembangkan lagi gaya-gaya baru dan modifikasi bentuk-bentuk lama yang menghasilkan, khath Khafif Sulus, Khafif Suslusain, Riyasi, dan al-Aqlam as-Sittah/Sis Qalam (Sulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqah, dan Tauqi).

Tokoh termuka pada zaman ini adalah al-Ahwal (abad ksembilan), Ibnu Muqlah (wafat 940 M) Ibnu Bauwab, dan Yaqut al-Musta'shimi. Pada kenyatannya ranting-ranting tulisan yang tumbuh sampai zaman Ibnu Muqlah, tokoh terbesar dan bapak kaligrafi Arab, berjumlah lebih dari 300 jenis.

Melalui tangan Ibnu Muqlah, kaligrafi didesain menjadi bentuk-bentuk yang geometris. Huruf-huruf diberi ukuran menurut kadar tipis tebal dan panjang pendek serta lengkung goresan secara pasti, sehingga menghasilkan bentuk anatomi yang seimbang.

Rumus Ibnu Muqlah ini dinamakan al-Khath al-Mansub, terdiri atas komponen alif, titik belah ketupat, dan standar lingkaran. Oleh karena itu, menurut Ibnu Muqlah, bentuk tulisan barulah dianggap benar-benar jika memiliki kriteria berikut; taufiyah(tepat), itmam (tuntas), ikmal (sempurna), isyaba (pada atau porposional), dan irsal (lancar goresannya).

Sedangkan, tata letak yang baik (husn al-wad'i), menurut insinyur geometri ini, menghendaki dalam empat hal; tasrif (rapat teratur), ta'lif (tersusun), tastir (selaras, beres), dan tansil (maksudnya bagaikan pedang atau lembing karena indahnya).

Gelar insinyur dan kedudukan Ibnu Muqlah yang tiga kali menjadi menteri untuk tiga Khalifah Abbasiyah sangat berperan bagi pengembangan teorinya yang sampai saat ini masih digunakan dan belum ditemukan teori alternatif yang lebih baik dari al-Khath al-Mansub.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement