REPUBLIKA.CO.ID, FRANKFURT -- Sebanyak 30 ribu warga Kurdi Turki melakukan unjuk rasa terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Kota Frankfurt, Jerman, Sabtu (18/3). Para pengunjuk rasa datang dari seluruh Jerman menjelang perayaan tahun baru Kurdi.
Mereka menyerukan adanya demokrasi dan memilih suara "Tidak" dalam referendum Turki bulan depan, yang memberikan kekuasaan penuh kepada presiden. Banyak dari mereka yang membawa simbol Partai Pekerja Kurdisan (PKK), yang dilarang di Turki.
Turki mengecam unjuk rasa tersebut dan menyebut Jerman sebagai negara yang munafik karena mengizinkan unjuk rasa berlangsung. Ketegangan antara Jerman dan Turki semakin meningkat setelah kedua negara terlibat pertikaian diplomatik karena Jerman menolak menteri Turki mengadakan kampanye di negara tersebut dua pekan lalu.
"Tidak dapat diterima melihat simbol dan slogan-slogan PKK, sementara menteri Turki dan anggota parlemen dicegah untuk bertemu warga negara mereka sendiri. Kami sekali lagi mengingatkan negara-negara Eropa: pada 16 April keputusan harus dibuat oleh bangsa Turki, bukan Eropa," kata Juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin, dikutip BBC.
Sekitar 1,4 juta warga Turki di Jerman dapat memberikan suara dalam referendum yang akan diselenggarakan pada April. Referendum itu dapat meningkatkan kekuatan Erdogan sebagai Presiden dalam menentukan anggaran dan mengangkat menteri dan hakim, serta memberikan kekuasaan untuk membubarkan parlemen.
Pada Senin (13/3), Erdogan memberikan retorika anti-Jerman dengan menuduh Kanselir Jerman Angela Merkel sebagai pendukung teroris. Dia juga menuduh Jerman melakukan praktik Nazi karena telah menghalangi para menterinya untuk kampanye di Jerman.
Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel, meragukan peluang Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa. Hal itu karena Turki terus mengklaim bahwa negara itu sedang diperlakukan tidak adil oleh negara-negara di Eropa Barat.
"Turki berada sangat jauh untuk mendapatkan keanggotaan Uni Eropa," ujar Gabriel dalam wawancara dengan Der Spiegel, Hamburg.