Sabtu 25 Mar 2017 01:40 WIB

Sikapi Perbedaan Pemahaman Keagamaan dengan Keikhlasan

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Ilham
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Saadi menuturkan, dalam menyikapi perbedaan pemahaman keagamaan yang ada di Indonesia, segala pihak harus mengedepankan rasa keikhlasan, kejujuran, dan kelapangan dada, dan saling memahami kapasitas serta posisi masing-masing. Dengan cara ini, diharapkan Ukhuwah Islamiyah umat Islam di Indonesia dapat tetap terjaga dengan baik.

Menurut Zainut, perbedaan pemahaman keagamaan yang masih berada dalam wilayah ijtihadi atau khilafiyah (majal al-ikhtilaf) harus bisa diterima dengan penuh toleransi (tasamuh) dan tidak perlu dipertentangkan serta merasa dirinya paling benar. ''Karena sesungguhnya, hakekat dari perbedaan pendapat itu adalah rahmat, sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW, 'Ikhtilafu ummati rahmatun', perbedaan pendapat di antara umatku adalah rahmat,'' ujar Zainut kepada Republika.co.id.

Pernyataan Zainut ini menyikapi soal adanya gesekan antara salah satu anggota Ormas Islam dengan jamaah pengajian tertentu yang terjadi beberapa waktu lalu. Gesekan itu terjadi diduga kuat lantaran adanya perbedaan pandangan atau pemahaman keagamaan antara dua kelompok tersebut.

Lebih lanjut, Zainut mengungkapkan, sebenarnya MUI telah merumuskan Kode Etik Ukhuwah Islamiyah. Kode etik ini pun telah disepakati bersama Ormas-Ormas Islam. Kode Etik Ukhuwah Islamiyah ini mencakup sembilan poin. Salah satunya adalah tentang membina hubungan sesama Muslim yang dilandaskan rasa saling mencintai dan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.