Jumat 20 Dec 2013 08:55 WIB
Sikap Umat Islam

MUI: Hindari Aksesori Natal

Suasana perayaan natal di sebuah mal
Suasana perayaan natal di sebuah mal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang perayaan Natal 2013 dan Tahun Baru 2014, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau umat Islam untuk menghindari penggunaan aksesori yang berkaitan dengan Natal dan atributnya. Ini bertujuan agar umat Islam dapat memahami bahwa Natal bagian dari perayaan umat Kristiani yang harus dihormati, bukan diikuti.

Hal tersebut disampaikan Ketua MUI KH Amidhan menanggapi adanya keresahan dari sejumlah ulama di Jawa Timur dan Aceh, di mana beberapa perusahaan di wilayah itu meminta karyawannya menggunakan baju Sinterklas sebagai cara menarik pembeli.

"Kita hormati Natal sebagai hari raya suci umat Kristiani, tapi bukan berarti kita ikut-ikutan memakai aksesori Natal dan berbaju Sinterklas," ujar Amidhan ketika dihubungi Republika, Kamis (19/12).

Amidhan menegaskan, sikap ulama dan MUI ini bukan bermaksud tidak hormat pada pada Kristiani, melainkan ini tugas ulama memberi pemahaman kepada umat Islam. "Kita pahami saat ini perayaan Natal dan Tahun Baru sudah mengglobal, tapi ingat Natal secara ibadah milik umat Kristiani. Ini berbeda dengan Tahun Baru," dia mengingatkan.

Ia menilai, ada kesalahpahaman orang dalam memandang hari raya agama saat ini, di mana umat agama lain tidak merayakan, tetapi ikut meramaikan dengan berbagai acara dan aksesori yang digunakan.

Menurut Amidhan, ini bukan hanya terjadi pada hari raya agama lain. Di Islam pun seperti itu. Karenanya, ia meminta setiap umat beragama dapat memahami hal ini. Ia pun meminta perusahaan yang mempekerjakan karyawan Muslim agar bisa menghargai mereka. Yakni, dengan tidak memaksa mereka menggunakan aksesori Natal atau pakaian Sinterklas demi menarik animo pembeli.

Penggunaan aksesori Natal oleh karyawan Muslim ini dikritisi oleh MUI Jawa Timur dan Aceh. MUI Jawa Timur khawatir maraknya karyawati di pusat perbelanjaan yang mulai menggunakan aksesori Natal, padahal mereka menggunakan jilbab.

Sekretaris MUI Jawa Timur Mohammad Yunus mengaku sedih melihat karyawati berjilbab menggunakan pakaian Sinterklas. Yunus mengatakan, MUI Jatim menghargai perbedaan agama dan keyakinan masing-masing, tapi perlu diingatkan pada perusahaan yang mempekerjakan karyawan Muslim agar dapat menghargai perbedaan keyakinan.

“Kalau mau menggaet banyak pembeli di saat Natal, silakan memerintahkan karyawan non-Muslim untuk memakai baju Sinterklas," ujarnya. “Tapi, jangan menyeragamkan semua karyawan harus menggunakan pakaian itu. Kami meyakini lakum dinukum wa li ad-din (bagimu agamamu, bagiku agamaku).”

Yunus juga mengingatkan agar imbauan MUI Jawa Timur diperhatikan pada perayaan hari-hari besar Islam. Agar karyawan non-Muslim tidak diwajibkan menggunakan pakaian Muslim, semisal jilbab untuk wanita. Sebab, sedari awal umat Islam tidak meminta karyawan non-Muslim menggunakan hijab.

Hal yang sama juga disampaikan Front Pembela Islam (FPI) Aceh, sebagaimana dilaporkan Hidayatullah.com, Rabu (18/12). Mereka mendesak pemerintah dan seluruh perusahaan dan instansi untuk tidak memaksakan karyawan atau pegawai Muslim menggunakan simbol-simbol ibadah Natal, seperti topi Sinterklas ataupun simbol Natal lainnya.

Imbauan ini disampaikan FPI Aceh berdasarkan Surat Edaran Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU) Banda Aceh tentang Perayaan Natal Bersama dan Tahun Baru Masehi. Surat tersebut berisi imbauan kepada umat Islam agar tidak latah meniru umat lain yang sedang merayakan hari besar agama mereka. n amri amrullah ed: chairul akhmad

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement