REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, Lukman Edy mengkritisi keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI yang mengabaikan kartu keluarga (KK) sebagai alat verifikasi pemilih dari daftar pemilih tambahan (DPTb).
Menurutnya, undang-undang hanya memberikan peluang untuk yang punya KTP-el dan surat keterangan (suket) dari Dukcapil. Tetapi fakta di lapangan, TPS tidak punya alat utk menguji apakah KTP-el dan suketnya asli atau palsu.
Maka dari itu, Lukman meminta seharusnya KPU menambah ketentuan lampiran KK untuk verifikasi keasliannya. Pasalnya, kalau tidak dapat dipastikan akan banyak ditemukan KTP-el dan Suket ganda, bahkan palsu. Kata Lukman, terlalu besar kepercayaan yang diberikan kepada KPUD DKI Jakarta, hingga dengan mudah menggunakan kewenangan itu untuk tidak peduli dengan kualitas pilkada dan pemilu.
"Saya melihat KPU tidak berdaya mengatasi soal pemalsuan dan penggandaan EKTP dan Suket," tegas Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), saat dihubungi, Sabtu (25/3).
Lanjut Lukman, KK boleh diabaikan dengan catatan apabila ada inisiatif untuk menyiapkan pembaca kartu pada setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau minimal secara cepat membuat sistim aplikasi di android untuk menguji keaslian.
Kemudian alasan KPUD DKI Jakarta mengabaikan KK sebagai alat verifikasi pemilih dari DPTb untuk meningkatkan partisipasi pemilih, kata Lukman, itu tidak masuk akal. Bahkan, ungkap Lukman, artisipasi pilkada DKI yang lebih dari 80 persen saja sebenarnya sebuah pertanyaan. "Padahal rata-rata nasional hanya 65 persen," kata Ketua Pansus RUU Pemilu.
Selain itu tidak adanya KK dapat membuka celah hadirnya pemilih siluman dan juga dapat memicu kisruh saat hari pencoblosan. Lukman mengatakan seharusnya untuk DKI apabila sistem pendataan penduduknya bener, maka sangat tidak mungkin hingga puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu DPTb. Apalagi, masih kata Lukman, nantinya KK akan diabaikan pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.