Senin 03 Apr 2017 23:08 WIB

DPD Harus Mengedepankan Rasionalitas Berbasis Hukum

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad (kedua kiri) dan Wakil Ketua DPD GKR Hemas (kiri) memimpin sidang Paripurna DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (3/4).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad (kedua kiri) dan Wakil Ketua DPD GKR Hemas (kiri) memimpin sidang Paripurna DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sulawesi Selatan, AM Iqbal Parewangi, menegaskan anggota DPD RI harus mengedepankan rasionalitas berbasis hukum dalam bersikap. Namun dia menambahkan, membangun kesadaran itu sangatlah tidak mudah. Termasuk saat memilih apakah masa jabatan pimpinan DPD RI tetap lima tahun atau 2,5 tahun.

Hal inilah salah satu yang menjadi pemicu terjadinya kericuhan saat sidang sidang Paripurna DPD RI yang berlangsung Senin (3/4). “Pada saat yang sama, dari tengah sidang Paripurna yang masih berlangsung ini, terbesit doa dan harapan takzim di benak saya. Kiranya masyarakat berkenan mendoakan agar ini bisa kami selesaikan dengan keputusan yang tidak melanggar hukum,” harap Iqbal, Senin (3/4).

Menurutnya, sidang Paripurna hari ini sudah diawali kericuhan. Iqbal mengatakan hal itu memang sangat memalukan. Meski tidak ikut terlibat kericuhan, dia mengatakan secara terbuka Paripurna yang berlangsung titik pijaknya adalah taat hukum termasuk terhadap putusan Mahkamah Agung (MA).

Namun dia memandang DPD RI perlu minta maaf kepada masyarakat khususnya di daerah. Sebab anggota DPD RI adalah wakil daerah, bukan wakil Partai Politik (Parpol). “Putusan MA yang membatalkan Tatib 2017 maupun Tatib 2016 DPD RI bersifat final dan mengikat. Konsekuensi logisnya, kembali ke Tatib 2014 DPD RI dimana masa jabatan Pimpinan DPD RI sama dengan masa jabatan Anggota DPD RI yaitu lima tahun,” tambahnya.