REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) membuka keran impor untuk pasokan kebutuhan daging sapi pada Ramadhan dan Perayaan Hari Raya Idul Fitri Tahun 2017. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita mengatakan, saat ini Indonesia telah menyetujui Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, dan Spanyol sebagai negara asal pemasok daging sapi.
"Selain itu Indonesia juga telah menyetujui negara India sebagai negara asal pemasukan daging kerbau," ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (9/4).
Ia mengatakan, daging kerbau asal India tersebut merupakan daging beku tanpa tulang yang berasal dari karkas dan telah dipisahkan limfoglandulanya. Daging tersebut juga telah dilayukan pada suhu di atas 2 derajat celsius sehingga pHnya di bawah 6.
Saat ini, ia mengatakan, Indonesia juga tengah mengupayakan persetujuan beberapa rumah potong di Meksiko untuk dapat disetujui sebagai unit usaha pemasukan daging. Beberapa negara lain yang dapat memenuhi persyaratan sebagai negara pemasok daging antara lain Brasil dan Argentina, tetapi harus melalui proses analisis risiko yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Plh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen PKH Agung Suganda mengatakan, berdasarkan BPS 2016, kebutuhan daging sapi 2017 ini sebesar 604.966 ton berdasarkan asumsi rata-rata konsumsi nasional sebesar 2,31 kg per kapita per tahun. Sedangkan target produksi daging dalam negeri pada 2017 sebesar 354.770 ton. "Sehingga terdapat kekurangan sebesar 250.196 ton," ujarnya.
Menurut Agung, perkiraan kebutuhan daging pada saat April hingga Juni yaitu sebesar 64.552 ton. Ia menjelaskan, kebutuhan tersebut akan dipenuhi dari penyediaan daging yang berasal dari sapi bakalan siap potong dalam tiga bulan mendatang sebanyak 168.664 ekor setara dengan 33.560 ton daging. Penyediaan daging impor sebanyak 14.665 ton daging sapi dan penyediaan daging kerbau sebanyak 44.800 ton.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, kata dia, jika diasumsikan kenaikan kebutuhan pada saat HBKN sebesar 10 persen maka terdapat surplus sebesar 28.473 ton. "Namun apabila kita asumsikan kenaikan kebutuhan sebesar 20 persen maka masih terdapat kekurangan sebesar 26.202 ton," katanya.