REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) perbankan Indonesia berpotensi meningkat dalam beberapa kuartal ke depan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai, hal ini akan menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 6 persen dalam dua tahun mendatang.
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti mengungkapkan bahwa pihaknya belum mengetahui kapan akan ada perbaikan pertumbuhan NPL. "Harga komoditas masih volatil dan masih ada ketidakpastian ekonomi (global) yang memengaruhi ekonomi domestik," ujar Destry seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (10/4).
Destry menambahkan, perbankan masih melakukan konsolidasi untuk memperbaiki kredit macet. Isu soal kenaikan NPL menjadi salah satu dasar bagi Presiden Jokowi untuk merevisi target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,6 persen pada 2018. Angka ini di bawah target yang dipatok pemerintah sebelumnya, di mana pertumbuhan ekonomi pada 2018 berada dalam rentang 5,4 persen hingga 6,1 persen.
Rasio NPL bertahan di atas tiga persen sejak pertengahan tahun lalu. Sejalan dengan pertumbuhan kredit pada 2016 lalu sebesar 7,9 persen.
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, ada 22 bank yang memiliki rasio NPL di atas lima persen secara gross pada Januari 2017. Sehingga, otoritas meminta bank-bank tersebut meningkatkan biaya pencadangan untuk mencegah risiko.
Menurut data OJK mengenai kinerja industri perbankan yang diberikan kepada Komisi XI DPR, bank berkategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU II) paling banyak memiliki rapor NPL merah di atas lima persen yakni 11 bank. Kemudian, Bank kategori BUKU III sebanyak enak bank, dan bank BUKU I sebanyak lima bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, 22 bank tersebut sudah diminta untuk meningkatkan pengawasan dan aspek kehati-hatian, salah satunya dengan memperbesar biaya pencadangan terhadap NPL. Dengan begitu, Nelson meyakini, dalam beberapa bulan ke depan, NPL 22 bank tersebut akan menyusut. Lagipula, kata Nelson, jika secara nett, NPL 22 bank tersebut di bawah lima persen.
"NPL nett-nya sudah di bawah lima persen. Kalau menurut peraturan kami itu, yang membatasi itu dari NPL nettnya jangan sampai melebihi lima persen," ujar Nelson.
Nelson enggan merinci entitas 22 bank tersebut. Dia mengatakan 22 bank tersebut adalah bank swasta.