Selasa 14 Mar 2023 08:35 WIB

OJK Pastikan Perbankan RI tak Kena Imbas Penutupan Silicon Valley Bank

OJK menilai industri perbankan Indonesia masih dalam kondisi yang kuat dan stabil.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia.
Foto: OJK
Logo Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia. Hal ini dikarenakan industri perbankan Indonesia masih dalam kondisi yang kuat dan stabil.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, perbankan Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB. Berbeda dengan SVB dan perbankan di Amerika Serikat umumnya, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto.

Baca Juga

"Maka itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat," ujar Dian dalam keterangan resmi, Senin (13/3/2023).

Menurutnya, Indonesia setelah krisis keuangan 1998 telah melakukan langkah-langkah mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum dan penguatan tata kelola serta perlindungan nasabah yang telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien dan stabil. Hal ini tecermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.

Pada saat ini, kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik antara lain AL/NCD dan AL/DPK di atas ambang batas yakni sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi dana pihak ketiga yang didominasi oleh current account and saving account atau dana murah yang semakin meningkat, sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Demikian juga, kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif. Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori 'Bank Dalam Resolusi', yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.

Ke depan OJK berupaya melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi.

"OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia, memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan serta memitigasi risiko konsentrasi yang berdampak terhadap kinerja keuangan bank," ucap Dian.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement