REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daya saing produk florikultura Indonesia masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan produk serupa dari negara maju. Kementerian pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) berupaya menjawab tantangan tersebut dengan terus menggiatkan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang pertanian, khususnya dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) adalah teknologi tanaman hias.
Melalui balai ini, penyelenggaraan penelitian dan pengembangan tanaman hias terus berlanjut. Termasuk didalamnya pengelolaan sumber daya genetik tanaman hias sebagai bahan perakitan varietas unggul baru (VUB) yang berdaya saing tinggi, dan penyediaan teknologi produksi benih yang bermutu.
Melalui Balithi, penyediaan teknologi produksi tanaman hias yang efisien dan antisipatif terhadap perubahan iklim, pengelolaan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), analisis kelayakan teknologi tanaman hias dan preferensi konsumen, diseminasi dan rekomendasi pengembangan inovasi tanaman hias, peningkatan dan pembinaan kompetensi sumber daya tanaman hias, serta peningkatan mutu kinerja unit pelayanan jasa tanaman hias terus dikembangkan.
Balitbangtan telah menetapkan dua kategori komoditas yang dihasilkan Balai Penelitian Tanaman Hias dalam pelaksanaan progam penelitian dan pengembangan tanaman hias, yaitu komoditas prioritas dan komoditas potensial. “Komoditas prioritas seperti anggrek dan krisan, sedangkan komoditas potensial seperti mawar, anyelir, lili, anturium, gladiol, gerbera, dan tanaman tropis lain,” kata Profesor Riset/Peneliti Utama Balitbangtan Budi Marwoto.
Terdapat beberapa faktor penyebab rendahnya daya saing produk florikultura nasional. Beberapa diantaranya disebabkan oleh varietas yang digunakan tidak sesuai dengan preferensi pasar, tidak ada jaminan mutu, waktu pengiriman produk tidak konsisten, dan harga produk yang terlalu tinggi.
Tanaman krisan, contohnya, pernah menjadi bukti ketergantungan Indonesia kepada negara lain dalam perolehan benihnya pada masa lalu. Penggunaan varietas yang tidak adaptif dan peka terhadap hama/penyakit pada kondisi tropis menyebabkan biaya usaha tani krisan semakin tinggi dengan kualitas bunga yang semakin rendah.
"Menatap masalah itu, Balitbangtan menepis anggapan tersebut dan berinisiatif menyelenggarakan program kegiatan pemuliaan krisan di dalam negeri," ujar Kepala Puslitbang Hortikultura, Hardiyanto.
Pada mulanya, banyak orang berpendapat hibridisasi varietas krisan hanya dapat dilakukan di wilayah subtropis. Namun pendapat itu dapat dipatahkan dengan menciptakan varietas krisan berkualitas unggul, adaptif, tahan penyakit/hama, dan produktif pada wilayah tropis. “Sejak 1998, Balitbangtan telah melepas lebih dari 70 VUB krisan di dalam negeri,” ujar Rudy Soehendi, Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias.
Selain itu, Balitbangtan menghasilkan berbagai jenis teknologi unggul, yaitu teknologi pembenihan anggrek dan tanaman hias prioritas, teknologi pemupukan, teknologi pengairan, teknologi modifikasi penyinaran hari panjang dengan metode rumus bangun senyawa (siklik), sumber daya LED, teknologi pengendalian OPT dan teknologi pengendalian OPT dan teknologi pascapanen, serta produk biofungisida microbial BioPF, tricompost, dan gliocompost.
“Umumnya varietas unggul dan teknologi unggulan yang telah dihasilkan ini telah dipaten,” kata Hardiyanto.
Teknologi ini dinilai memiliki dampak positif terhadap pembangunan industri dan ketergantungan impor. Penggunaan benih VUB yang dihasilkan Balitbangtan terbukti telah mengurangi ketergantungan petani pada VUB introduksi (impor). Jumlah VUB dalam negeri telah mencapai 20 persen dari total VUB yang beredar di pasar domestik, yang tadinya 100 persen impor. Penggunaan VUB rakitan Balitbangtan juga terbukti telah meningkatkan produksi dan produktivitas tanamn melalui jumlah tanaman yang marketable sehingga mampu meningkatkan pendapatan para petani.