REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Selasa (25/4), membatalkan pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel karena Menlu Gabriel berencana bertemu dengan kelompok-kelompok HAM yang kritis terhadap pemerintah Israel, menurut laporan media setempat.
Pertemuan itu sebelumnya telah dijadwalkan berlangsung pada pukul 17.00 waktu setempat. Seorang juru bicara Kantor Perdana Menteri membenarkan pertemuan tidak jadi diselenggarakan.
Surat kabar Israel Ha'aretz melaporkan setelah pembatalan itu, Gabriel menolak menerima telepon dari Netanyahu. Sebelumnya, Netanyahu mengancam ia akan membatalkan pertemuannya dengan Gabriel jika menteri luar negeri Jerman itu bertemu dengan dua kelompok penyokong hak asasi manusia.
Gabriel menolak ultimatum Netanyahu tersebut. "Sulit bagi saya untuk membayangkannya karena ini akan sangat disayangkan. Adalah hal yang sangat normal jika kita berbicara dengan para perwakilan masyarakat saat berkunjung ke luar negeri," ujarnya kepada stasiun televisi umum Jerman, ZDF.
Ia menambahkan dirinya akan sulit membayangkan jika harus membatalkan pertemuan dengan Netanyahu hanya karena ia bertemu dengan para pengkritik pemerintah di Jerman. Gabriel sedang melakukan lawatan ke Timur Tengah untuk menekankan penyelesaian dua negara dalam konflik Israel-Palestina.
Insiden-insiden serupa juga pernah terjadi pada masa lalu saat pejabat-pejabat berkunjung ke Israel. Pada Februari, Netanyahu memerintahkan Kementerian Luar Negeri Israel menegur duta besar Belgia setelah Perdana Menteri Belgia Charles Michel bertemu dengan perwakilan lembaga Breaking The Silence dan B'tselem saat mengunjungi Israel.
Kalangan pemimpin politik sayap kanan memuji langkah Netanyahu itu. Menteri Pendidikan Naftali Bennett dan ketua partai ultranasionalis Jewish Home mengatakan partainya mendukung Netanyahu.
"Breaking The Silence bukan merupakan organiasi yang anti-Netanyahu melainkan anti-Israel dan anti-Tentara Pertahanan Israel. Tidak pantas jika seorang menteri luar negeri yang berkunjung ke suatu negara melakukan pertemuan dengan orang-orang yang bersikap menentang negara," ujar Bennett melalui pernyataan.
Israel menduduki Tepi Barat dan Gaza saat perang Timur Tengah pada 1967 dan sejak itu menguasai tanah-tanah tersebut kendati mendapat kecaman dari dunia internasional.