Ahad 07 May 2017 21:36 WIB

Petani Desak Pemerintah Kurangi Impor Pangan

Rep: EH Ismail/ Red: Nur Aini
Petani Kakao asal Kabupaten Bantaeng, Abdul Hafid bersama Presiden Joko Widodo di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (6/5).
Foto: Republika/EH Ismail
Petani Kakao asal Kabupaten Bantaeng, Abdul Hafid bersama Presiden Joko Widodo di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (6/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH – Ribuan petani yang tergabung dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) meminta pemerintah tak mengeluarkan izin rekomendasi impor sejumlah komoditas pangan. Permintaan tersebut tertuang dalam salah satu poin rekomendasi yang disusun KTNA untuk pemerintah dalam Pekan Nasional (Penas) XV petani nelayan di Banda Aceh, Aceh.

Ketua KTNA Indonesia Winarno Tohir mengatakan, saat ini produksi pangan nasional sudah bisa mencukupi kebutuhan penduduk. Terjadi peningkatan produksi yang luar biasa lantaran dampak penggunaan benih hibirida, mekanisasi pertanian, dan peningkatan infrastruktur. “Karena itu, kami meminta Kementerian Pertanian tidak memberikan rekomendasi impor beras, cabai, bawang merah, jagung dan selanjutnya impor dikurangi secara bertahap untuk kedelai, gula, daging, dan lainnya,” kata Winarno di Banda Aceh, Ahad (7/5).

Untuk padi, Winarno menjelaskan, petani sudah berhasil meningkatkan rata-rata produktivitas per hektare dari 5,12 ton gabah kering giling (GKG) menjadi 5,2 GKG. Dengan peningkatan produktivitas tersebut, saat ini keamanan pangan komoditas utama makanan pokok penduduk Nusantara bisa dibilang sangat aman. Gudang-gudang Bulog dipenuhi beras petani dan juga tidak ada pasar yang kekurangan pasokan, begitu juga dengan jagung.

Menurut Winarno, Indonesia sudah bisa memproduksi jagung mencapai 11,8 ton hektare. Padahal, sebelumnya rata-rata produktivitas jagung nasional hanya 5-6 ton per hektare. Melonjaknya produksi jagung tak lain karena penggunaan benih hibrida dan penggunaan alat mesin pertanian modern. “Jadi ke depan kami yakin swasembada jagung bisa terwujud dengan ada peningkatan produksi ini. Kalau tadi produksi 5 ton pipil kering (per hektare) meningkat jadi 8 ton saja, maka kita tidak perlu impor lagi,” ujar Winarno.

Mengenai jagung, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutan saat membuka acara Penas XV di Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, Banda Aceh, Sabtu (6/5) menceritakan, dua tahun lalu dia sempat dimarahi petani jagung saat melakukan kunjungan kerja ke Magetan, Jawa Timur, dan Dompu, Nusa Tenggara Barat. Alasannya, petani tidak bisa menjual panen jagung dengan harga yang baik.

“Petanai marah mengenai harga jagung saat itu yang cuma Rp 1.500 sampai Rp 1.700 per kilogram. Petani marah. Pak, kami rugi gede. Pak, kita rugi besar. Ini karena harga jatuh dan impor besar,” kata Jokowi.

Setelah dimarahi petani itu, Jokowi mengaku langsung mengecek importasi jagung kepada para menterinya. Saat itu, menurut Jokowi, impor jagung memang masih relatif besar, yakni mencapai 3,6 juta ton. Karena itu, Jokowi langsung memerintahkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman agar menyusun rencana tanam dan peningkatan produksi jagung dalam lima tahun ke depan. Targetnya, tidak boleh ada impor jagung lagi pada 2019.

Sambil meminta peningkatan produksi, setahun berikutnya sejak mendengar keluhan petani jagung, Jokowi mengeluarkan instruksi presiden mengenai harga jagung. Harapannya, para petani yang masih menanam jagung terus menanam jagung lantaran keuntungannya terjaga. “Saya kasih harga Rp 2.700 per kilogram dalam keadaan basah. Dengan dipaksa harga seperti itu, petani bergairah karena menguntungkan,” kata Presiden.

Jokowi mengatakan, pada ajang Penas XV di Aceh, dia kemudian meminta Mentan memberikan laporan mengenai impor jagung. Presiden mengaku bangga karena jumlah impor jagung per akhir 2016 menurun drastis. Jumlah impor jagung per akhir 2016 tersisa 900 ribu ton alias berkurang 2,7 juta ton dalam kurun waktu dua tahun. Dengan fakta tersebut, Jokowi meyakini Indonesia bisa mempercepat swasembada jagung dan tidak lagi impor pada tahun ini. “Ini kan kerja keras petani. Dua tahun impor dari 3,6 juta ton turun menjadi 900 ribu ton. Saya kira tahun ini 900 ribu ton bisa (ditutup dari produksi) dan kita nggak impor lagi,” kata Jokowi.

Abdul Muhyi, petani jagung dari Sampang, Madura, Jawa Timur menyatakan, produktivitas jagung mengalami lonjakan lantaran adanya bantuan alat mesin pertanian dan benih hibrida. “Dulu kami tanam dengan benih lokal bisa produksi 2 ton per hektare, sekarang bisa 10 ton per hektare karena ada teknologi dan benih hibrida dari pemerintah,” katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement