REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemilihan presiden Korea Selatan (Korsel) setelah pemakzulan Park Geun-hye digelar pada Selasa (9/5). Sesuai dengan ketentuan, setelah orang nomor satu di negara itu dilengserkan pada Maret lalu atau sekitar 60 hari, jajak pendapat untuk memilih penggantinya harus dilakukan.
Pemilihan ini akan mengakhiri beberapa bulan kevakuman pemimpin. Park dilengserkan karena skandal korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Saat ini ia berada di penjara, dan dalam masa pengadilan.
Dilansir dari BBC, sejumlah kandidat yang ikut dalam pemilihan ini adalah Moon Jae-in. Ia dikenal sebagai politikus dari partai sayap kiri Korsel. Kemudian ada Ahn Cheol-soo, yang merupakan sosok politisi sayap tengah. Masing-masing calon presiden memiliki pandangan sangat berbeda.
Salah satunya adalah dalam menanggapi ketegangan Korsel dan Korut. Moon Jae-in mengemukakan ingin Negeri Ginseng dapat menjalin hubungan baik dengan Korea Utara. Hal ini berbeda jauh dengan Park Geun-hye yang sebelumnya memutus seluruh hubungan diplomatik dengan Korut.
Dalam kampanyenya di sejumlah wilayah kunci pemilihan di Korsel, Moon Jae-in mengatakan hal itu sebenarnya dapat memperbaiki perpecahan, termasuk apa yang terjadi di dalam negaranya sendiri. Ia menilai Korsel mengalami situasi yang tak menguntungkan dengan gagasan konservatif Par Geun-hye.
Namun, gagasan Moon Jae-in dinilai dapat membuat hubungan Korsel dan Amerika Serikat (AS) sebagai sekutu negara itu mengalami ketegangan. Selama ini, AS membantu Korsel dalam menghadapi ancaman dari negara yang dipimpin Kim Jong-un itu, bahkan sejak era Perang Korea yang berakhir dengan perjanjian gencatan senjata pada 1950 hingga 1953.