REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan wacana dan perdebatan tentang pemindahan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) dari Tel Aviv, Israel ke Yerusalem merupakan sebuah kesalahan dan sebaiknya dibatalkan. Hal tersebut ia sampaikan ketika menghadiri acara Forum Yayasan Yerusalem di Istanbul, Senin (8/5).
Erdogan mengungkapkan setiap orang sudah sepatutnya berhati-hati dalam setiap hal dan tindakan yang bersinggungan dengan Yerusalem. Menurutnya, memindahkan sebuah batu di Yerusalem pun dapat menimbulkan dampak yang besar dan serius.
Oleh sebab itu, ia menilai wacana pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem sebaiknya dihindari dan dibatalkan. "Perdebatan mengenai kemungkinan AS memindahkan kedutaan Israel ke Yerusalem sangat salah dan pastinya harus turun dari agenda," ujar Erdogan seperti dilaporkan laman Al Araby, Selasa (9/5).
Dalam kesempatan tersebut, Erdogan juga turut mengomentari rancangann undang-undang (RUU) yang tengah disusun Israel terkait pelarangan penggunaan pengeras suara bagi masjid-masjid di Israel dan Yerusalem Timur ketika mengumandangkan azan, terkecuali untuk Masjid Al-Aqsa.
RUU tersebut telah disetujui oleh menteri pada Februari lalu. Namun belum diadopsi parlemen Israel.
Erdogan mengaku akan berupaya untuk mencegah penerapan aturan Israel tersebut. "Insya Allah, kita tidak akan pernah membiarkan pembungkaman azan di langit Yerusalem," ucapnya.
Ia menilai, Israel sudah bertindak sangat diskriminatif terhadap umat Islam di Palestina dan Yerusalem. Menurutnya, tak ada perbedaan antara kebijakan Israel saat ini dengan kebijakan yang diterapkan terhadap orang kulit hitam di AS pada masa silam.
Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada 1967 lalu. Aneksasi yang dilakukan Israel di Yerusalem Timur tidak pernah mendapat pengakuan dari masyarakat internasional. Sebaliknya, Israel kerap dikecam karena dianggap telah melakukan tindakan ilegal dan melanggar hukum internasional.