Rabu 10 May 2017 11:22 WIB

Puji dan Dipuji

Allah/Ilustrasi
Allah/Ilustrasi

Oleh: Farid Ghasim Anuz

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah  pernah memuji untuk memberikan motivasi kepada seorang sahabat, Asyaj bin Abdul Qais Radhiallahuanhu, di hadapannya secara langsung. "Sesungguhnya Anda memiliki dua sifat yang dicintai Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, yaitu santun (tahan emosi) dan teliti." (HR Muslim).

Pujian di hadapan orang yang dipuji itu dianjurkan jika dalam pujian itu tidak ada unsur dusta, tidak berlebihan, dan ditujukan sebagai motivasi serta tidak dikhawatirkan dampak buruk dari orang yang dipuji tersebut berupa kesombongan, bangga diri, atau lainnya.

Jika pujian itu berlebihan dan dapat menimbulkan mudharat kepada orang yang dipuji, maka Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melarang hal itu. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah mendengar seseorang memuji sahabatnya secara berlebihan, maka Beliau bersabda: "Kalian telah membinasakan atau kalian telah memotong punggung orang ini." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

Pujian adalah bukti kerendahan hati si pemuji yang mau mengakui kelebihan orang lain, hendaklah kita terus berlatih mempraktikkan pujian kepada istri/suami, anak/orang tua, murid/guru, bawahan/atasan, teman, dan lainnya sebagai bentuk motivasi, spirit, dan semangat untuk beramal dengan lebih baik lagi, bukan untuk mengharapkan keuntungan dunia untuk si pemuji apalagi dengan pujian dusta dan berlebihan sehingga mengakibatkan yang dipuji menjadi lupa diri dan bersikap kurang terpuji.

Bagi yang memuji, jangan lupa mengucapkan "masya Allah" (atas kehendak Allah) sebagai bentuk kekaguman kita dan pengagungan kepada Allah untuk menghindari dampak buruk yang mungkin menimpa orang yang dipuji akibat munculnya penyakit hati berupa hasad, misalnya. Hendaklah seorang yang kagum kepada saudaranya mendoakan agar Allah memberkahi orang yang dikaguminya.

Jika dipuji,  janganlah kita teperdaya dan menjadi sombong serta lupa akan segala kekurangan dan kelemahan kita. Sesungguhnya pujian manusia tidaklah bermanfaat sama sekali jika Allah mencela dan murka kepada kita. Harapan kita hanyalah pujian dari Allah dan ridha-Nya.

Mencari ridha Allah adalah tujuan yang tidak boleh ditinggal

Mencari ridha manusia adalah tujuan yang tidak akan sampai

Gapailah apa-apa yang tidak boleh ditinggal

Tinggalkanlah apa-apa yang tidak akan sampai

Janganlah kita senang dengan pujian orang lain atas sesuatu yang tidak kita kerjakan. Janganlah kita mengaku-aku akan kebaikan yang tidak kita lakukan demi mencari penghargaan dan pujian manusia karena hal tersebut bisa mengakibatkan datangnya azab dan siksa Allah yang pedih.

Allah berfirman yang artinya: "Janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapatkan azab yang pedih." (Surah Ali Imran 188).

Jika kita dipuji, ada baiknya kita mengingat ucapan khalifah yang mendapatkan petunjuk dan bimbingan Allah, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq Radhiallahuanhu. Ketika dipuji, beliau berdoa: "Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku disebabkan pujian mereka, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka dan ampunilah aku dari apa yang tidak mereka ketahui."

Alhamdulillah, segala pujian hanyalah milik Allah. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement