REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri BMT Beringharjo, Mursidah Rambe mengatakan pihaknya membuka cabang BMT binaannya di Kampung Ciburial, Dago, Bandung. Ia mengatakan, pendirian ini dilakukan mengingat akses masyarakat Ciburial yang minim terhadap perbankan.
Mursidah mengatakan pada Ahad (14/5) kemarin pihaknya melauching BMTnya yang berada di lingkungan pondok pesantret dan masyarakat Ciburial. Mursidah mengatakan pihaknya menyasar segmen santri para guru guru dan wali santri.
Ia mengatakan di daerah Ciburial masih lekat ketergantungan masyarakat terhadap rentenir. "Ya satu karena segmennya santri ya, kita ingin mereka bisa menabung dan bisa dekat dengan akses perbankan. Tapi disatu sisi, mereka mau membebaskan diri dari rentenir dan riba. Kalau agama baik, tapi gak ada lembaga keuangan yang islami, takutnya mereka jadi gak nyaman nih. Mereka harus tinggalkan riba," kata Mursidah saat dihubungi Republika, Selasa (16/5).
Mursidah mengatakan untuk akses perbankan dari Ciburial ke kota sangatlah jauh. Tak sedikit dari para masyarakat tersebut harus turun kebawah dan menempuh jalan yang cukup jauh.
"Posisinya mereka ada diatas bukit itu," ujar Mursidah.
Ia mengatakan total investasi yang ia keluarkan untuk membuat BMT Ciburial tersebut adalah Rp 500 juta. Sebesar 30 persen dari dana investasi tersebut ia alokasikan untuk membuat kantor cabang dan operasional. Sedangkan 70 persen lainnya untuk modal pembiayaan awal.
"Alhamdulilah mereka antusias dengan keberadaan kami," ujar Mursidah.
Mursidah mengatakan, saat ini BMT Beringharjo pada 2017 memiliki ekuitas sebesar Rp 215 miliar. Jumlah ekuitas tersebut antaralain Rp 95 miliar beredar di masyarakat yang menjadi anggota BMT sedangkan Rp 120 miliar menjadi aset funding mereka.
"Tahun ini dana outstanding diangka Rp 95 miliar, kalau fundingnya diangka Rp 120-an miliar. Jadi kurang lebih itu, 95 kan yang menghasilkan pendapatan," ujar Mursidah.
Meski menyasar masyarakat kecil dan pedagang kecil, bukan berarti BMT Beringharjo tak terlepas dari kredit macet. Mursidah mengatakan untuk tahun ini hingga kuartal pertama 2017 NPL BMT beringharjo berada dalam posisi 4,7 persen. Meski angka tertinggi bagi badan koperasi NPL tak boleh lebih dari 10 persen, namun ia mengatakan angka NPL ini tetap musti diwaspadai.
"Kalau 4,7 persen masih aman terkendali. Tapi memang musti waspada. Khusus remedial ada tim untuk pembiayaaan bermasalah. Ini kan uangnya orang banyak," ujar Mursidah.
Ia mengatakan dari 4,7 persen tersebut hanya 1 persen yang memang benar benar kredit macet. Sedangkan 3,7 persen lainnya masuk dalam kategori Diragukan, Kurang Lancar, Diperhatikan dan Lancar. Ia mengatakan untuk empat kategori diluar kredit macet masih bisa ditangani.
"Nanti yang diluar macet ini traetmeny arestruksuring, kunjungan, sama reschedule. Macet diangka 1 persen. ini perlu treatmen hukum, apakah ini mau dieksekusi, atau penarikan paratih, atau sifatnya hukum tadi," ujar Mursidah.