REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Peran media sosial (medsos) dinilai sangat penting dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah Islam. Karenanya, disarankan kepada ummat Islam pengguna medsos untuk dapat memilah dan memilih, informasi apa yang pantas dishare di media berbasis internet itu.
Pendapat tersebut mengemuka dalam diskusi publik "Kebebasan Berekspresi antara Media Sosial dan Media Mainstream Secara Aman dan Nyaman Dari Sisi Hukum". Workshop yang dilaksanakan Forum Diskusi Islam di Denpasar, Ahad (21/5), menghadirkan pembicara wartawan Republika, Ahmad Baraas dan praktisi hukum Zulfikar Ramli.
"Media sosial seperti mata pisau, yang satu sisinya memberikan manfaat, sedangkan sisi lainnya bisa membahayakan. Karenanya, bermainlah di medsos dengan mengikuti rambu-rambu yang ada, agar tetap nyaman dan aman," kata Ahmad Baraas.
Direktur Pusat Advokasi Hukum dan Hak Azasi Manusia (PAHAM) Cabang Bali itu menyebutkan, karena kurang tahu, pengguna medsos kerap melangar rambu-rambu dan undang-undang. Sehingga, tidak sedikit pengguna medsos yang tersandung masalah hukum, harus berurusan dengan polisi atau penegak hukum.
Baraas menyebut selain di medsos, media mainstrem juga bisa dijadikan sarana dakwah. Menggunakan media utama itu sebagai saranan dakwah sebut Baraas, jauh lebih nyaman, karena ada rambu-rambu yang jelas dan harus ditaati oleh pengelolanya, yakni UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etil Jurnalistik.
"Di media mainstream ada editor, yang antara lain bertugas memeriksa kelayakan tayang setiap berita, diantaranya memeriksa kepatutannya dari sisi moral dan sosialnya," katanya.
Zulfikar Ramli mengemukakan, peran media sosial perlu ditingkatkan dalam dakwah. Karena media sosial sebutnya, mrupakan tempat yang paling bebas yang dimiliki setiap orang untuk mengekspresikan isi hainya. Menurut Ramli, medsos adalah tempat yang paling jujur, tempat tanpa editing terhadap aspirasi yang dikemukakan.
"Hanya saja yang diperlukan adalah kehati-hatian. Jangan sampai apa yang diekspresikan menabran rambu-rambu," katanya.
Berbeda dengan media mainstrem sebut Ramli, penggunaan media sosial belum diatur dalam UU khusus. Yang biasanya dijadikan rujukan atau rambu-rambu bermain di medsos adalah UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Di medsos kia harus ngerem sendiri, agar tidak menyebarkan informasi bermuata SARA, menebar permusuhan atau kebencian," kata Ramli.