REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Sekitar 20 ribu warga Israel di Tel Aviv, pada Ahad (28/5), turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memberi dukungan terhadap berdirinya negara Palestina yang berdaulat. Presiden Palestina Mahmoud Abbas dilaporkan menghadiri aksi tersebut.
Aksi ini diselenggarakan menjelang peringatan 50 tahun pendudukan Israel atas Palestina. Salah satu inisiatornya adalah lembaga swadaya masyarakat Israel, Peace Now. Kepala Peace Now Avi Buskila mengatakan bahwa demonstrasi merupakan aksi penentangan.
"Penentangan terhadap kurangnya harapan yang ditawarkan pemerintah (Israel) yang mengabadikan pendudukan, kekerasan, dan rasisme," ungkap Buskila seperti dilaporkan laman Asharq Al-Awsat, Senin (29/5).
Spanduk bertuliskan slogan "Dua Negara, Satu Harapan" ditampilkan dalam demonstrasi tersebut. Spanduk itu dijunjung oleh hampir setiap demonstran yang berpartisipasi dalam aksi. Abbas yang menghadiri aksi tersebut, menyampaikan pesannya untuk para demonstran, rakyat Israel lainnya, serta pemerintahannya.
"Sudah waktunya untuk hidup bersama dalam harmoni, keamanan, serta stabilitas," ucap Abbas yang disusul oleh derai tepuk tangan demonstran.
Abbas menilai, tugas generasi saat ini untuk generasi mendatang adalah menyimpulkan kedamaian yang berani. Pemimpin partai oposisi Israel, Ishak Herzog, juga menghadiri aksi tersebut. Ia memberikan dukungannya di balik solusi dua negara atas konflik Israel-Palestina.
Namun ketika hendak naik ke podium, Herzog sempat dicemooh oleh sejumlah demonstran. Hal itu karena Herzog dinilai berupaya membentuk koalisi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Di podium, Herzog mengatakan bahwa pemimpin Israel saat ini takut untuk bertindak terlebih dulu.
"Ini karena takut terjadi perubahan, keberanian, inisiatif, dan harapan," ucapnya.
Pada 1967, Israel merebut Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari Yordania selama Perang Enam Hari dengan negara-negara tetangga. Dicaploknya Yerusalem Timur oleh Israel adalah tindakan yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Israel kemudian mengumumkan Yerusalem sebagai ibukota bersatu. Sementara Palestina mengklaim bagian timur kota itu sebagai ibukota masa depan mereka. Sedangkan di Tepi Barat, Israel telah membangun permukiman untuk lebih dari 400 ribu warganya.
Permukiman yang dianggap ilegal menurut hukum internasional itu dinilai sebagai penghambat utama terciptanya perdamaian di Timur Tengah.