REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto mengungkapkan, TNI sebetulnya sudah terlibat dalam pemberantasan terorisme tanpa harus memasukan unsur pelibatannya ke dalam revisi UU 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
"TNI itu sudah berperan. Yang menembak Santoso itu siapa, yang menembak itu TNI. Yang dapatkan Santoso di Poso itu TNI. Jadi enggak ada masalah," ujarnya usai menghadiri diskusi soal terorisme di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6).
TNI dengan Undang-undangnya saat ini, mempunyai peran menangani terorisme jika ada kondisi tertentu di mana kepolisian tidak mampu mengerjakannya. "Jadi kalau sudah melebihi kapasitas kemampuan kepolisian, TNI harus berperan di situ, itu TNI harus ikut," katanya.
Setyo memaparkan, polisi tidak memiliki kemampuan untuk mengejar teroris hingga ke gunung dan hutan belantara. Kemampuan di medan-medan seperti itu, hanya dipunyai TNI. "Kemampuan kepolisian di gunung dan hutan, kita tidak punya kemampuan itu, kemampuan itu yang punya TNI," ujar dia.
Keterlibatan TNI dan semua elemen bangsa diperlukan dalam penanggulangan tindak pidana terorisme. Hanya saja, pengaturannya harus jelas, yakni dalam hal tugas pokok, fungsi dan peranan masing-masing instansi harus jelas.
"Itu harus diatur dalam UU tersebut," ucapnya.
Pemerintah bersama DPR sedang mengebut revisi Undang-undang 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Salah satu poin yang masih diperdebatkan dalam revisi tersebut, yaitu soal dimuat atau tidaknya keterlibatan TNI dalam upaya pemberantasan terorisme. Sebab di sisi lain TNI melalui UU-nya sendiri mempunyai tugas pada kegiatan militer nonperang.