REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Namanya Kepulauan Cocos. Letaknya di sebelah timur Samudra Hindia. Gugus kepulauan ini dikenal juga dengan nama Kepulauan Keeling. Membentang sepanjang 3.685 kilometer, gugus ini memiliki 27 pulau dengan luas daratan seluruhnya mencapai 14,2 kilometer persegi. Mungil sekali!
Secara teritorial, Kepulauan Cocos masuk wilayah Australia, tepatnya Australia bagian utara. Lantas, apa istimewanya pulau ini?
Salah satunya adalah penduduknya yang mayoritas Muslim. Sensus 2005 menunjukkan, penduduk kepulauan ini tak lebih dari 1.000 orang. Berbeda dengan kebanyakan penduduk Benua Australia, penduduk Cocos bukanlah orang kulit putih. Mereka adalah keturunan Mela yu. Nenek moyang mereka merupakan pekerja pertanian dan perkebunan di kepulauan ini.
Laman www.britanica.com menulis, suku bangsa Melayu datang ke Kepulauan Cocos pada 1827-1831. Mereka dibawa oleh seorang pengusaha kelapa sawit berkebangsaan Skotlandia ber nama John Clunies Ross.
Garis keturunan Melayu penduduk Cocos ini terlihat jelas dari bentuk fisik dan dialek mereka yang sangat khas Melayu. Agama mereka pun seperti yang dipeluk mayoritas masyarakat Melayu, yakni Islam. Selain mereka yang berdarah Melayu, ada pula bebe rapa yang merupakan keturunan Cina, India, dan Papua. Bahkan, beberapa sumber sejarah menyebut, para pendatang pertama Kepulauan Cocos ada yang berasal dari Bali, Bima, Madura, Sumbawa, Timor, Batavia (Jakarta tempo dulu), juga Cirebon.
Masyarakat yang berasal dari ber bagai latar belakang etnis ini sudah hi dup bersama selama delapan generasi. Mereka tak pindah ke mana-mana karena lokasi Kepulauan Cocos yang sangat terisolasi. Meski sederhana, secara ekonomi mereka cukup mandiri.
Mereka pun dikenal setia pada sanak saudara, setia pada Islam, juga setia pada budaya nenek moyang mereka. Selain orang-orang keturunan Me layu, menurut laman www.world map.org, Kepulauan Cocos juga dihuni kaum pendatang meski jumlahnya tidak banyak. Mereka umumnya sudah meng ikuti tradisi dan mempraktikkan budaya Kepulauan Cocos.