REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan kronologi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap tujuh orang termasuk Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi Partai Gerindra Mochamad Basuki di Surabaya dan Malang yang terjadi pada Senin (5/6).
"Pada Senin, 5 Juni 2017 sekitar pukul 14.00, KPK mendatangi kantor DPRD Jatim dan mengamankan tiga orang, yaitu RA (Rahman Agung) staf DPRD Jatim, S (Santoso), staf DPRD Jatim dan ABR (Anang Basuki Rahmat), PNS yang merupakan ajudan Kepala Dinas Pertanian Jatim," kata Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa (6/6).
Selanjutnya pada waktu yang sama, tim KPK juga mengamankan Bambang Heryanto (BH) selaku Kadis Pertanian di kantornya. "Pukul 24.00 KPK mengamankan dua orang lain di Jalan Raya Prigen Malang, yaitu MB (Mochamad Basuki) ketua Komisi B Jatim dan sopirnya," ungkap Basaria.
Terakhir, penyidik mengamankan Kadis Peternakan Rohayati (Roh) di kediamannya pada Selasa (6/6) dinihari. "Ketujuh orang dibawa untuk menjalani pemeriksaan awal di Polda Jatim sebelum diberangkatkan ke Jakarta," kata Basaria.
Penyidik KPK juga mengamankan Rp 150 juta dari tangan Rahman di ruang ketua Komisi B DPRD Jatim. "Uang dalam pecahan Rp 100 ribu di dalam tas kertas yang diserahkan ABR (Anang Basuki Rahmat), ajudan Kadis Pertanian sebagai perantara BH (Bambang Heryanto) kepada RA (Rahman Agung) untuk diserahkan ke MB (Mochamad Basuki), yaitu ketua Komisi B DPRD Jatim," ungkap Basaria.
Uang tersebut diduga merupakan pembayaran triwulanan kedua dari total komitmen Rp 600 juta per tahun dari setiap kepala dinas yang diberikan kepada DPRD terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan Provinsi Jatim tentang penggunaan anggaran tahun 2017.
"Jumlah yang sudah diterima MB ini sementara kita belum bisa pastikan berapa, tapi yang pasti komitmen sudah ada dari para kepala dinas bersama-sama dengan komisi B untuk memberikan sejumlah Rp 600 juta setiap tahun dari masing-masing dinas dengan pemberian per triwulan sebesar Rp 150 juta," kata Basaria.
Sebelumnya, Basuki juga sudah menerima sejumlah uang dari kepala dinas yang lainnya.
Pada akhir Mei 2017 diduga MB juga telah menerima sejumlah uang, yaitu pada 26 Mei 2017 sebesar Rp 100 juta dari ROH selaku Kadis Peternakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif.
"Pada 31 Mei 2017 MB juga menerima sebesar Rp 50 juta dari Kadis Perindustrian dan Perdagangan, Rp 100 juta dari Kadis Perkebunan dan pada triwulan 1 menerima Rp 100 juta dari Kadis Pertanian Jatim," kata Basaria.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, uang tersebut tidak terkait dengan uang Tunjangan Hari Raya (THR). "Menurut hasil dari gelar perkara yang diterima pimpinan, uang tidak berhubungan dengan THR karena ini merupakan komitmen yang disepakati tiap dinas dengan komisi B," kata Laode.
Ia juga mengakui bahwa pemberian suap tersebut bukan hanya terjadi di Jatim tapi di daerah lain di Indonesia. "Fenomena seperti ini, yaitu komitmen yang harus diberikan setiap dinas ke anggota DPRD bukan fenomena yang hanya terjadi di Jatim saja, tapi juga di daerah-daerah lain di Indonesia" katanya.
Karena itu KPK mengimbau agar hal-hal seperti ini tidak dilakukan lagi. "Apabila ada anggota DPRD yang meminta sesuatu kepada dinas-dinas maka dinas atau kadis yang berhubungan dengan DPRD jangan mengikuti permintaan tersebut," tegas Laode.
Atas perbuatannya, Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi Partai Gerindra Mochamad Basuki dan dua staf DPRD bernama Rahman Agung dan Santoso ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dengan sangkaan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan pihak pemberi adalah Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Provinsi Jawa Timur Bambang Heryanto, ajudan Kadis Pertanian Anang Basuki Rahmat dan Kadis Peternakan Provinsi Jawa Timur Rohayati yang disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.