Oleh: H. Khumaini Rosadi, SQ., M.Pd.I*
REPUBLIKA.CO.ID,, JAKARTA -- Tanpa skenario dan rundown susunan acara, suara Azan terdengar di Italia. Semua tamu undangan dan hadirin mendengarkan lantunan adzan sampai selesai dengan syahdu dan khusyuk.
Charles Hutapea, Staff KBRI bagian sosial budaya sekaligus penagnggung jawab acara mengatakan, ingin memperkenalkan budaya takjil ketika tiba waktu maghrib. Tadinya Cuma ingin memukul drum seperti bunyi beduk saja, ternyata tanpa skenario, ustaz khumaini Rosadi spontan mengumandangkan adzan. Adzan dadakan.
Charles mengatakan, orang Eropa belum pernah mendengar azan di ruangan publik seperti ini. “Asli ini baru pertama kalinya mereka mendengar adzan, dan mereka menikmatinya, bahkan ada yang merekamnya,” ungkap Charles.
Masyarakat Eropa memang belum terbiasa mendengar Azan di ruang public. Ini terjadi, Karena aturan hanya memperbolehkan kumandang azan di dalam ruang tidak hingga ruang public. Seperti di Masjid Islamic Center Roma, kumandang Azan hanya diperbolehkan di dalam saja. Saat shalat Jumat misalnya, suara Azan hanya boleh di dalam masjid.
Memang ada juga yang mendapatkan hidayah dengan perantara lantunan azan. Makanya pernah heboh di dunia media sosial (medsos) di dalam gereja dilantunkan azan dengan suara merdu sehingga para hadirin mendengar khusyuk sekali.
Entah ini benar atau tidak. Pernah juga heboh di sosmed tentang sebuah masjid yang ditutup oleh pemerintah suatu negara, tidak boleh melakukan kegiatan keagamaan di dalamnya, ternyata setiap masuk waktu shalat, terdengar suara adzan dari dalam masjid, menggema sampai keluar masjid. Sekali lagi, entah ini benar atau tidak.
Yang jelas, saya melihat langsung betapa masyarakat Italia yang hadir pada acara “Festa Della Musica Tradizonale Indonesiana” 21/6/2017, sangat khidmat dan khusyuk mendengarkan azan tersebut. Semoga ini juga menjadi salah satu media dakwah, dan menjadi jalan hidayah untuk mereka “convert to Islam”. Amin.
Di samping suara azan perdana di ruangan publik Italia, budaya bernuansa keislaman di sini pun ditampilkan. Shalawat badar buah karya KH. Ali Mansur Siddiq dari Banyuwangi pun ditampilkan oleh suara-suara mungil anak-anak diplomat. Lagu Insan Mulia ciptaan Haddad Alwi juga dinyanyikan.
Pojok pintar yang menyediakan buku bacaan dan permainan tradisional ditampilkan. Tari-tarian khas Indonesia seperti tari bali dan tari betawi ditampilkan. Para native Italia betul merasakan seperti di Indonesia. Suasana akrab begitu terasa ketika mereka diberikan simulasi permainan angklung yang diajarkan langsung oleh Ibu Silvi – konduktor angklung DWP Roma – memperkenalkan cara menghasilkan bunyi tangga nada do re mi fa so la si do.
Batik nusantara pun ternyata dipakai bangga oleh para native Italia. Bukan hanya kuliner yang diminati, ternyata mereka – bule Italia – menyumbangkan keahlian memainkan gamelan dengan rapih sekali. Lagu jaranan bercengkok jawa dinyanyikan dengan vokal yang fasih sekali. Sudah tidak terdengar logat italianonya.
Semoga dengan penampilan budaya Indonesia yang santun ini, dapat menjadikan kita lebih cerdas dan bijksana menjaga budaya Indonesia. Dan semoga dengan lantunan adzan perdana di ruangan publik Italia, dapat menjadi media dakwah dan jalan hidayah untuk mereka. Amin.
*Dai Ambassador Cordofa 2017,Tidim NU