REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa menyambut baik pertemuan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) dengan Presiden Joko Widodo.
Desmond menilai pertemuan itu bisa menjadi awal komunikasi yang baik untuk membangun komitmen kebangsaan sehingga ke depannya terjadi rekonsiliasi secara nasional.
"Mungkin ini salah satu solusi dan mudah-mudahan bisa positif ke depan ya, terutama di sisa-sisa masa kekuasaannya," ujar Desmond saat dihubungi pada Selasa (27/6).
Menurut Desmond, pertemuan juga diharapkan membuat miskomunikasi atau kesalahpahaman sejumlah pihak kepada pemerintah bisa mencair. Hal ini berkaitan tudingan kriminalisasi terhadap ulama yang dikaitkan dengan rezim pemerintah saat ini.
Desmond mengatakan, sejumlah pihak menilai proses hukum terhadap ulama tidak lepas dari proses politik yang terjadi.
"Ya kalau hari ini kita liat dulu, apakah kriminalisasi ulama ini apakah disuruh Pak Jokowi atau tidak. Apa ini memang kepentingan hukum? Kalau hukum ya kita buktikan secara hukum. Tapi, kesan yang ada kan ini politik," ujar Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Namun, jika memang benar karena hukum, tentu ada bukti-bukti kuat atas proses hukum tersebut. Sebaliknya jika tidak, maka bukti-bukti yang dibuat itu akan gugur dengan sendirinya.
Pertemuan GNPF-MUI dan Presiden Joko Widodo terjadi pada hari raya Idul Fitri Ahad (25/6) di Istana Merdeka. Pihak GNPF-MUI dihadiri oleh tujuh orang pengurus GNPF-MUI, sementara Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir mengungkap pertemuan dengan Presiden Joko Widodo merupakan perjuangan GNPF-MUI sejak lama. Namun, baru terealisasikan pada momen Hari Raya Idul Fitri 1438 H kemarin.
"Karena suasana lebaran, kelihatannya cocok. Pak Presiden dalam suasana membuka hati, kami dalam kondisi ingin silaturahim dengan siapa saja dan ini kebutuhan kedua pihak untuk berdialog itu. Ini saya kira keniscayaan bukan hanya satu pihak kami minta. Ini kebutuhan kedua pihak, itu kronologisnya," ujarnya.