REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Setidaknya 32 warga sipil di Mosul dilaporkan tewas akibat serangan bom bunuh diri yang diluncurkan oleh negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Senin (3/7). Saat itu, mereka seluruhnya tengah mencoba melarikan diri dari wilayah Kota Tua, yang disebut menjadi tempat terakhir kelompok militan berada.
Pasukan Pemerintah Irak telah memasuki Kota Tua untuk mengambil kendali atas wilayah itu. Seiring dengan upaya itu, serangan bom bunuh diri diluncurkan oleh ISIS. Bahkan, anggota dari kelompok teroris itu juga menjadikan warga sipil sebagai pelaku dengan memakaikan sabuk peledak dan menyusup diantara kerumunan mereka yang sedang melarikan diri.
Termasuk dari warga yang diminta menjadi pelaku bom bunuh diri adalah perempuan. Dalam ledakan yang terjadi, warga yang terkena diantaranya adalah lima anak. Pasukan pemerintah mengatakan saat ini evakuasi jenazah telah dilakukan.
Sejak Oktober 2016 lalu, Serangan ofensif untuk memukul mundur ISIS dari Mosul dilakukan oleh pasukan Pemerintah Irak bersama dengan Peshmerga Kurdi, dan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS). Kelompok militan itu saat ini sudah kehilangan sebagian besar wilayah kekuasaan mereka di kota tersebut.
Pemerintah Irak sebelumnya menargetkan bahwa pembebasan penuh Mosul dari ISIS dapat dicapat pada Januari 2017. Namun, di bagian barat salah satu kota terbesar negara itu kesulitan dihadapi oleh pasukan dengan perlawanan kelompok teroris tersebut yang semakin meningkat.
Dengan direbutnya kembali Mosul dari Irak, maka 'kekhalifahan' ISIS di negara itu diprediksi akan berakhir. Namun, organisasi teroris tersebut masih memiliki kekuasaan di sejumlah wilayah di Suriah, salah satunya yang terbesar adalah Raqqa.
Saat ini, wilayah kekuasaan ISIS yang tersisa diantaranya adalah distrik-distrik di barat laut Mosul. Diantaranya adalah wilayah Kota Tua yang merupakan kawasan pusat kebudayaan dan sejarah.
Dengan direbutnya kembali seluruh wilayah Mosul dari Irak, maka 'kekhalifahan' ISIS di negara itu diprediksi akan berakhir. Namun, organisasi teroris tersebut masih memiliki kekuasaan di sejumlah wilayah di Suriah, salah satunya yang terbesar adalah Raqqa.
Dengan direbutnya kembali Mosul dari Irak, maka 'kekhalifahan' ISIS di negara itu diprediksi akan berakhir. Namun, organisasi teroris tersebut masih memiliki kekuasaan di sejumlah wilayah di Suriah, salah satunya yang terbesar adalah Raqqa.
Atas kemajuan dalam memukul mundur ISIS di Mosul, langkah yang sama juga akan dilakukan di Raqqa, Suriah. Saat ini, pasukan koalisi AS telah dikerahkan di bagian timur kota untuk menyerang kelompok itu.
Meski demikian, utusan AS untuk koalisi internasional melawan ISIS, Brett McGurk mengatakan, kemajuan yang cepat dalam memukul mundur ISIS di Irak dan Suriah bukanlah akhir dari segalanya. Ia menilai, bahwa kekalahan kelompok itu sepenuhnya dapat dicapai melalui usaha jangka panjang.
Prediksi kemenangan pasukan koalisi dalam menghadapi ISIS di Raqqa sebelumnya disebut dapat lebih cepat. Namun, keraguan datang mengingat pengalaman pertempuran di Mosul.
Pertempuran di Mosul sudah berlangsung selama lebih dari delapan bulan. PBB melaporkan hal ini telah membuat sebanyak lebih dari 8.000 warga sipil tewas maupun terluka.
Jumlah tersebut didapat berdasarkan catatan dari mereka yang berhasil mendapat penanganan medis. ISIS selama ini kerap menjadikan warga sipil di wilayah yang mereka kuasai sebagai tameng atau perisai manusia dalam menahan pergerakan musuh.