REPUBLIKA.CO.ID, VALETTA -- Malta dijadwalkan untuk meloloskan rancangan undang-undang yang melegalkan pernikahan sesama jenis saat parlemen negara tersebut melakukan voting pada Kamis (6/7). Dengan ratifikasi undang-undang tersebut, pasangan sejenis, baik gay maupun lesbian, dimungkinkan untuk mengadopsi anak.
Bulan lalu, Perdana Menteri Malta Joseph Muscat mengatakan bahwa pernikahan sesama jenis akan menjadi salah satu prioritas setelah dia memenangkan pemilihan yang cepat. "Malta ingin tetap memimpin isu LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) dan kebebasan sipil untuk dijadikan model bagi negara-negara lain di dunia," ungkap Mucat kepada BBC, seperti dilaporkan laman CNN.
Dalam rancangan undang-undang terkait, rujukan kepada istri, suami, ibu, dan ayah, semuanya menolak preferensi gender netral seperti orang tua dan pasangan. Hal itupun disambut baik oleh direktur eksekutif Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans dan Intersex Internasional di Eropa Evelyne Paradis.
"Penggunaan istilah netral gender berarti bahwa setiap orang setara dan jauh lebih inklusif, terutama bila menyangkut komunitas trans," ungkap Paradis.
Kendati demikian, beberapa anggota parlemen Malta mengaku akan menentang rancangan undang-undang tersebut. Anggota parlemen nasionalis Edwin Vasallo telah menyatakan bahwa dirinya akan menolak rancangan undang-undang untuk melegalkan pernikahan sesama jenis.
Menurut Vasallo, undang-undang tersebut tak dapat diterima secara moral. Ia juga menuding Perdana Menteri Joseph Muscat menyebabkan kerusakan sosial yang bertentangan dengan hukum alam.
Sejumlah negara Eropa memang telah melegalisasikan pernikahan sesama jenis. Antara lain Belanda, Belgia, Spanyol, Norwegia, Swedia, Portugal, Islandia, Denmark, Prancis, Skotlandia, Luxemburg, Irlandia, Finlandia, dan Jerman.