REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekurangan 21 ribu guru agama di sekolah umum yang terjadi lima tahun terakhir ini, dapat memunculkan intoleransi pemahaman keagamaan. Pasalnya, yang akan mengajarkan agama nantinya justru guru yang tidak mendalami agama.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengatakan, kekurangan guru tersebut terjadi masif, sehingga kekurangan guru agama bisa lebih dari angka 21 ribu. Karena itu, dia meminta, agar pemda memperhatikan masalah yang sangat fundamental tersebut.
“Ini harus segera di atasi karena sangat berpotensi karena menyebabkan pemahanan keagamaan diajarkan secara tidak tepat, sehingga bisa terjadi intoleransi pemahmaan kegamaan, bisa radikal, bisa ekstrim, dan segala macam, karena agama diajarkan oleh orang yang bukan ahlinya,” ujarnya Republika.co.id di Kantor Kemenag, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (7/7).
Berdasarkan undang-undang, menurut dia, agama memang harus diajarkan, sehingga ada guru agama atau tidak agama harus diajarkan kepada anak-anak siswa. “Nah kalau tidak ada guru agama, terpaksa yang mengajarkan agama adalah mungkin guru fisika, mungkin guru biologi, mungkin bahasa Indonesia yag tidak paham agama secara memadai. Dan itu terjadi secara masif,” ucapnya.
Sebelumnya, kata dia, Meneteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sudah mengirimkan surat kepada Kemenpan RB dan Kemendagri. Pasalnya, dua kementerian tersebut mempunyai kewenangan terkait dengan kuota guru agama di sekolah-sekolah.
“Kalau dulu Kemenag yang mengangkat, tapi sekarang-sekarnag ini beberpa tahun terkahir diangkat oleh pemda, setelah desentralisasi,” katanya.