REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok yang tergabung dalam Alumni dan Mahasiswa UI Bangkit untuk Keadilan mendatangi Gedung DPR RI bertemu dengan Ketua Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agun Gunajar Sudarsa, Senin (10/7). Ketua Badan Pekerja Alumni dan Mahasiswa UI Bangkit untuk Keadilan, Herry Hernawan menilai KPK telah melakukan tebang pilih kasus.
Salah satunya, dengan menghindar untuk tidak menindaklanjuti dugaan korupsi RS Sumber Waras yang jelas-jelas sudah ada hasil audit BPK RI. Herry juga berpendapat, kegiatan KPK yang lebih mengedepankan operasi tangkap tangan (OTT) bernilai jauh di bawah Rp 1 miliar di beberapa tempat tidaklah tepat.
Ia mempertanyakan dampak OTT tersebut dalam menurunkan tingkat korupsi di daerah-daerah. Menurutnya, OTT lebih terkesan sebagai pencitraan. "Kami mendukung upaya-upaya Pansus Hak Angket KPK untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Herry, di Gedung DPR RI, Senin (10/7).
Meski demikian, Herry menegaskan bahwa KPK tetap diperlukan keberadaannya. Herry berharap penyelidikan yang dilakukan Pansus Hak Angket KPK bisa mencakup bidang keuangan, mekanisme kerja, profesionalitas, efektivitas, dan efisiensi. Ia juga meminta agar Pansus Hak Angket KPK secara berkala melaporkan hasil kerjanya kepada masyarakat.
Menurut Herry, partisipasi publik dan sosialisasi pencegahan korupsi perlu ditingkatkan untuk mencegah korupsi. Ia juga mendorong pemerintah lebih serius dalam membentuk panitia seleksi calon komisioner. Terkait penyidik, Herry menyarankan KPK lebih selektif terhadap nama-nama penyidik yang diberikan Polri dan Kejaksaan Agung.
Herry juga mendukung pernyataan Taufiqulhadi, Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, agar KPK tetap meneruskan proses hukum kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. "Pernyataan ini telah meminimalisir sinyalemen masyarakat bahwa pembentukan Pansus Hak Angket KPK semata-mata terkait dengan proses dugaan korupsi tersebut," katanya.