REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, tuntutan negara-negara Teluk terhadap Qatar untuk menutup pangkalan militer negaranya di Doha tidak dapat diterima. Hal tersebut ia ungkapkan setelah menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Qatar Mohamed bin Abdulrahman al-Thani, Jumat (14/7).
Cavusoglu menilai permintaan negara-negara Teluk agar Qatar menutup pangkalan militer Turki di Doha merupakan pelanggaran kedaulatan. Sebab Qatar dan Amerika Serikat (AS), yang juga memiliki pangkalan militer di Doha tidak keberatan atau berselisih terkait keberadaan basis militernya.
"Tidak ada perselisihan dengan AS, juga tidak keberatan dengan hal itu. Ini (basis militer Turki di Doha) merupakan kesepakatan antara dua negara berdaulat. Permintaan Teluk melanggar kedaulatan (Qatar)," ujar Cavusoglu seperti dilaporkan laman Middle East Monitor, Sabtu (15/7).
Ia juga mengomentari perihal penandatanganan kerja sama antara Qatar dengan AS baru-baru ini tentang pendanaan antiteror. Menurutnya, hal tersebut menjadi penanda bahwa Doha memiliki keinginan untuk menjalin dialog untuk menyelesaikan krisis Teluk. "Ini menunjukkan mereka (Qatar) terbuka untuk berdialog," ujar Cavusoglu.
Pada Selasa (11/7) lalu, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson menandatangani nota kesepahaman dengan al-Thani untuk memerangi pendanaan terorisme dan ekstremisme. Kesepakatan ini dinilai bertentangan dengan tudingan negara-negara Teluk yang menyebut bahwa Doha merupakan sponsor gerakan terorisme.
Kendati demikian, Arab Saudi selaku negara pemimpin aliansi anti-Qatar meragukan kesepakatan Qatar tersebut. Saudi menyerukan agar kesepakatan pendanaan antiteror itu dipantau secara ketat untuk membuktikan komitmen Qatar.