REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bersama belasan Ormas lain didampingi Kuasa Hukum Yusril Ihza Mahendra menggugat Perppu 2/2017 tentang Ormas ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/7). Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan hal ini menjadi bentuk perlawanan hukum HTI.
Selain itu HTI juga melakukan tiga perlawanan lain, yaitu secara politik, opini dan perlawanan publik. "Kami juga lakukan perlawanan politik dan perlawanan opini melalui berbagai sarana media," kata Ismail di Gedung MK.
Ismail mengatakan HTI sudah bertemu dengan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Menurutnya, secara pribadi, Fadli Zon juga sepakat harus menolak Perppu.
Sementara terkait perlawanan opini, HTI ingin menunjukkan kalau Perppu ini sangat berbahaya. Pemerintah dinilainya cenderung memunculkan opini bahwa seolah-olah Perppu ini harus terbit. Justru menurutnya Perppu ini sangat berbahaya, bukan hanya mengancam ormas berbasis agama, tetapi juga nonagama.
Menurut dia, Perppu yang disebut tidak bertujuan mendiskreditkan ormas Islam hanya pernyataan pemerintah semata. Sementara publik yang merasa terancam, kata dia, bukan hanya ormas berbasis agama. Terakhir, perlawanan publik juga menurutnya kian kuat.
"Kalau yang lain tidak merasa terancam, tidak mungkin melakukan perlawanan. YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dengan 15 kantor daerahnya sepakat, merasa terancam, jadi ini bukan hanya kelompok Islam tapi juga nonagama," jelasnya. Santi Sopia