Selasa 29 May 2012 23:12 WIB

Industri Otomotif Lepas Ketergantungan Prinsipal Mobil Asing

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat otomotif, Suhari Sargo mengatakan, industri otomotif nasional harus bisa menghilangkan ketergantungannya pada prinsipal asing apabila industri tersebut ingin berkembang lebih baik.

Industri otomotif dapat menghilangkan ketergantungannya pada prinsipal mobil asing asalkan ada kemauan yang keras dan didukung pemerintah untuk mencapai kemajuan yang lebih baik, katanya di Jakarta, Selasa (29/5).

Hal tersebut dinyatakan Suhari Sargo ketika dimintai pendapatnya mengenai pemutusan sepihak PT Hyundai Motor Corporation (PT HMC) terhadap PT Korindo Heavy Industry (PT KHI) selaku agen tunggal pemegang merk untuk kendaraan angkutan niaga seperti bus dan truk merk Hyundai.

Menurut dia, lemahnya posisi PT KHI tidak lain disebabkan oleh perbedaan struktur kepemilikan modal asing tersebut, meskipun saat ini PT KHI telah menjual lebih kurang 7.361 unit kendaraan bus dan truk.

Suhari Sargo mengatakan, pemerintah selama ini salah urus sehingga membuat industri otomotif bergantung pada luar negeri yang cukup besar.

Selain itu, pemerintah juga tidak bisa memperoleh keuntungan secara ekonomi untuk meningkatkan pendapatan negara yang seharusnya bisa diperoleh karena industri otomotif itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat, ucapnya.

Ia menambahkan, kondisi ini sangat berbeda dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan yang selalu berupaya melindungi berbagai industri yang dianggap penting dalam menopang kehidupan ekonomi negaranya termasuk otomotif.

Terbukti ketika krisis ekonomi yang terjadi pada 2008 silam, perusahaan otomotif seperti Chrysler menjadi salah satu perusahaan yang mendapat dana talangan pemerintah Amerika Serikat agar tetap bisa beroperasi, jelasnya.

Sementara itu, kuasa hukum PT KHI Hotma Sitompoel yang mengklaim penurunan kinerja penjualan PT KHI pada 2010 lebih disebabkan oleh faktor eksternal krisis ekonomi dunia yang terjadi pada tahun 2010 lalu yang juga dibenarkan oleh Suhari.

Menurut Suhari Sargo, penurunan penjualan PT KHI yang terjadi pada 2010 tidak bisa dijadikan alasan bagi PT HMC untuk memutuskan kerja sama secara sepihak.

Sebab, secara internal PT KHI telah berusaha semaksimal mungkin selaku Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) untuk menjual kendaraan niaga merk Hyudai di Indonesia dengan membangun sejumlah infrastruktur seperti pabrik perakitan.

Selain itu, KHI juga memberikan layanan purna jual bagi pelanggannya, meskipun PT HMC sendiri kerap lamban dalam menangani berbagai masalah yang terjadi, tuturnya.

Suhari Sargo menilai, produk kendaraan niaga Merk Hyundai adalah produk yang biasa-biasa saja, karena produk dengan merk lain dipandang lebih dominan.

Hal ini tentu menjadi persoalan sendiri bagi PT KHI, terutama dalam membangun reputasi atas produk yang dijualnya, sehingga keberhasilan PT KHI yang telah menjual 7.361 unit kendaraan bus dan truk merupakan prestasi tersendiri, karena tidak mudah untuk meraih dan meyakinkan pelanggan ditengah dominasi merk lain, jelasnya.

Pemutusan sepihak ini, menurut dia, membuat PT KHI kesulitan dalam melayani sejumlah pelanggannya. "Hal ini bisa saja mempengaruhi reputasi produk Hyundai secara keseluruhan, termasuk produk Hyundai untuk kendaraan penumpang. Karena tidak mudah meyakinkan konsumen bahwa tidak semua produk Hyundai bermasalah," ujar Suhari.

Menanggapi konflik KHI dan HMC, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Tatang Kurniadi, mengimbau pemerintah sebagai regulator agar segera turun tangan.

Penghentian pasokan suku cadang (spare part) yang dipergunakan untuk angkutan umum atau angkutan massal bisa meningkatkan potensi kecelakaan, karena pemilik kendaraan akan melakukan berbagai upaya agar truk atau busnya tetap bisa beroperasi. Misalnya dengan melakukan kanibalisme suku cadang.

"Pemerintah harus mencegah terjadinya kecelakaan karena suku cadang yang dipergunakan tidak sesuai dengan spesifikasi. KNKT hanya bisa mengingatkan pemerintah, karena kami baru bisa bekerja aktif setelah terjadi kecelakaan. Sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka menjadi tanggung jawab pemerintah dan regulator lainnya untuk melakukan pencegahan," beber Tatang.

Tatang menegaskan, jika HMC dasn KHI tidak juga menemukan kesepakatan, pemerintah harus segera berinisiatif mengatasi masalah tersebut. "Karena ini menyangkut keselamatan banyak orang, maka dibutuhkan keseriusan dari semua pihak yang terlibat," ungkap Tatang.

Direktur KHI Seo Jeung Sik menyatakan bahwa HMC tetap memiliki kewajiban untuk memasok suku cadang bagi KHI karena Technical License Agreement masih berlaku, meskipun Distributorship Agreement dan Supply Agreement dinyatakan telah berakhir.

KHI, menurut Seo, sangat menyesalkan tindakan pemutusan sepihak oleh Hyundai. "Padahal sejak ditekennya perjanjian kerja sama pada tanggal 16 Juni 2006, kami telah berupaya memenuhi kewajibannya untuk menjual produk kendaraan niaga Hyundai baik truk maupun bus," ujar Seo.

Selain berupaya menjual produk kendaraan niaga, KHI pun berupaya meningkatkan pelayanan terhadap konsumennya, meskipun pihak HMC seringkali menjadi penyebab atas kerugian yang diderita oleh konsumen.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement