REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson mendesak para pemimpin Thailand untuk melakukan tindakan lebih untuk menekan Korea Utara (Korut). Hal tersebut diungkapkannya ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Thailand, Selasa (8/8).
Setelah Korut melakukan uji coba rudal balistik terakhirnya pada akhir Juli, kemudian diganjar sanksi baru dari Dewan Keamanan PBB, fokus dan prioritas Tillerson tertuju kepada negara-negara di Asia Tenggara. Ia mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk memotong aliran dana atau pemasukkan untuk Korut.
"AS percaya bahwa perusahaan-perusahaan Korut aktif di Thailand dan berupaya mendorong agar Thailand menutupnya," ungkap Asisten Sekretaris Urusan Asia Timur dan Pasifik, Susan Thornton. Hal tersebut juga diungkapkan oleh seorang juru bicara Kedutaan AS di Thailand.
"Kami ingin Thailand muncul sebagai negara demokrasi yang menghormati dan menjamin hak asasi manusia serta kebebasan fundamental di dalam negeri dan memainkan peran utama dalam memajukan keamanan regional dan kemakmuran," katanya.
Sebelum Tillerson tiba di Bangkok, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengatakan bahwa negaranya akan mendukung resolusi PBB tentang sanksi baru Korut. Kendati demikian, dia tidak menyebutkan tindakan apa yang akan diambil negaranya.
Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan sebuah resolusi untuk memberlakukan sanksi ekonomi terbaru terhadap Korut pada Sabtu (5/8) lalu. Dengan sanksi ini, pendapatan ekspor yang dimiliki negara terisolasi itu dapat berkurang hingga 3 miliar dolar AS.
Pemerintah Korut sendiri telah berjanji akan membalas AS atas dikeluarkannya resolusi baru dari PBB terhadap negara itu. Pihaknya mengatakan bahwa Negeri Paman Sam harus membayar 'harga' dengan langkah yang dilakukan.