REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan suku bunga acuan 7 days repo menjadi sinyal bahwa BI serius untuk melakukan pelonggaran moneter. Menurut peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, penurunan suku bunga acuan menjadi urgen meskipun tantangan eksternal diprediksi masih cukup besar seperti ketidakpastian kenaikan Fed Rate dan gejolak geopolitik.
''Harapannya setelah melakukan penurunan suku bunga acuan, BI diharapkan melakukan kebijakan terobosan lainnya seperti menaikkan LTV, pelonggaran GWM atau instrumen moneter lainnya untuk memicu pertumbuhan kredit,'' ujar Bhima, saat dihubungi, Rabu (23/8)
Ia mengatakan, jika penurunan suku bunga acuan terus dilakukan secara gradual, ada harapan pertumbuhan kreditnya bisa naik. Selain itu daya beli bisa kembali meningkat dipicu oleh ability to pay atau kemampuan membayar cicilan masyarakat yang menguat.
Logikanya, lanjut Bhima, uang yang digunakan untuk membayar cicilan kredit karena bunga kreditnya turun bisa dialihkan ke konsumsi. Jadi multiplier effect-nya diharapkan luas ke pertumbuhan ekonomi.
''Tantangan kedepan adalah seberapa cepat transmisi penurunan suku bunga acuan,'' ucapnya.
Bhima menuturkan, ada tiga faktor yang mempengaruhi proses transmisi. Pertama soal prospek perekonomian. Transmisi berjalan lambat kalau prospek perekonomian kurang bagus. Sebab, bank akan lebih menahan ekspansi kreditnya melihat kondisi dunia usaha masih lesu.
Kedua soal masa konsolidasi perbankan. Di tahun 2016, transmisi kebijakan suku bunga acuan berjalan lambat karena bank sedang fokus membersihkan kredit macet dan memperbaiki struktur permodalannya.
''Tahap konsolidasi ini jadi tantangan transmisi suku bunga acuan ke bunga kredit,'' sebut Bhima.
Ketiga adalah sisi permintaan kreditnya. Sekarang kondisinya permintaan kredit dari swasta masih lambat. Hal ini tercermin dari kenaikan undisbursed loan atau kredit yang belum ditarik.
Undisbursed loan 10 bank besar naik 9,92 persen atau menjadi Rp 734,5 triliun sampai semester I-2017. Angka ini lebih tinggi di banding periode yang sama tahun 2016. Apalagi, sebagian besar undisbursed loan berasal dari kredit modal kerja.