REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR--Kesempatan menjadi tuan rumah pertemuan tahunan International Monetary Fund dan Bank Dunia (IMF-WB) sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik. Apalagi di tengah momentum perekonomian Indonesia yang cukup baik.
Pengamat Ekonomi dari Bank Permata Joshua Pardede mengatakan, dalam sisi ukuran ekonomi, Indonesia baru berada di posisi 16. Tapi kecepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik di mata internasional.
"Karena kita masih bisa tumbuh lima persen, Amerika tumbuh dua persen saja kayanya sudah ngos-ngosan," katanya dalam acara diskusi media 'Memanfaatkan IMF-WB Annual Meetings 2018 untuk Mendorong Perekonomian Nasional' di Hotel Laguna, Kamis (24/8).
Kecepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di posisi ketiga setelah Cina dan India. Hal itu pula tampaknya yang menjadi pertimbangan IMF WB melakukan pertemuan tahunan di Indonesia. Apalagi Indonesia masih menjadi tujuan utama investasi paling menarik dibanding negara kawasan ASEAN maupun Asia karena potensi demografi dari pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dalam beberapa tahun terakhir ini.
Berbagai agenda investasi pun terus didorong oleh pemerintah. "Dengan adanya pertemuan tahunan ini saya pikir ini menjadi salah satu momentum untuk kita bisa menggenjot lagi investasi," ujarnya.
Namun diakui Joshua, belakangan ini investasi masih belum begitu optimal terutama dari swasta. Proyek infrastruktur semuanya masih mendapat investasi dari publik sementara investasi swasta masih 'wait and see'. Keputusan 'wait and see' tersebut dikarenakan musim politik seperti pilkada, ditambah konsumsi rumah tangga yang stagnan.
Tapi Indonesia sudah mendapatkan peringkat layak investasi oleh Standard and Poor'a (S&P). Sehingga pada momen pertemuan tahunan IMF-WB ini sangat baik dimanfaatkan untuk menunjukkan progress dari program yang bisa dibanggakan ke internasional seperti digital economy dan Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE).
Seperti diketahui, pertemuan tahunan ini akan digelar di Bali pada Oktober 2018. Kalau kita lihat, Joshua melanjutkan, provinsi Bali dari segi sektoral masih dominan didorong oleh pariwisata.
Pertumbuhan sektor pariwisata ini mencapai lima persen meski kontribusinya terhadap ekonomi nasional masih relatif kecil. Meski demikian, bukan berarti kontribusi pariwisata tidak besar mengingat potensi sektor pariwisata dan MICE yang cukup besar di Indonesia. "Selain menyerap tenaga kerja, sektor ini juga dapat mendorong investasi," tambah dia.
Berinvestasi di negara berkembang di mata internasional masih seksi. Investasi tersebut perlu didorong ke sektor pariwisata karena itu merupakan daya saing Indonesia. "Tidak ada kekayaan alam sebesar Indonesia," katanya. Dari pariwisata itu lah, investasi juga akan menyentuh sektor lainnya mulai dari UMKM, industri pengolahan, hingga infrastruktur.
"Semua sektor akan terangkat dengan adanya dorongan di sektor pariwisata ini sehingga akan menghasilkan devisa negara, mempercepat investasi dan pada akhirnya menciptakan pertumbuhan berkualitas dan sustainable ke depannya," kata dia.