REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang memfasilitasi pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di sekitar pondok pesantren. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan potensi ekonomi mikro di sana.
Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro, Suparlan mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan koordinasi dan survei potensi market pendirian LKMS berbasis pesantren di Ciamis, Cirebon, Bandung, Klaten, Kediri, Jombang, Surabaya, dan Banten. "Kami sedang koordinasi dengan pesantren, dinas koperasi, notaris dan pemangku kepentingan. Beberapa sudah melakukan pembentukan koperasi LKMS," kata Suparlan pada Republika.co.id, Senin (4/9).
Suparlan menuturkan, dalam pembentukannya, OJK akan memberikan pendampingan. Sebelum beroperasi pengurus akan diberikan pelatihan baik bisnis proses maupun pembentukan kelompok. Kemudian diberikan pelatihan mengenai pembiayaan dengan skema kelompok dan tanggung renteng. Di sisi lain, nasabah juga diberikan pembekalan.
Saat ini, beberapa pesantren sudah mendirikan LKMS dan dalam proses pembentukan badan hukum. Ia berharap pesantren dapat berperan aktif dalam pengembangan LKMS, termasuk pengawasannya, sehingga dapat mengembangkan potensi ekonomi pesantren. "OJK akan melakukan monitoring pelaksanaan pembiayaan agar berjalan sesuai harapan," katanya.
LKMS merupakan lembaga baru dalam ekonomi mikro. Sebelumnya sudah ada lembaga pembiayaan mikro syariah seperti Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
Menurut Suparlan, LKMS ini didirikan di daerah pondok pesantren yang sebagian besar belum memiliki KSPPS atau BMT. Apabila ada BMT yang sudah berbadan hukum dan bergerak di pembiayaan mikro, lanjut Suparlan, maka pembentukannya akan didiskusikan terlebih dahulu dengan pengurus pesantren. "Kalau BMT sudah besar dan yang dilayani di atas skim LKMS, perlu sinergi dengan BMT," kata Suparlan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan gagasan pengembangan potensi ekonomi mikro sekitar pondok pesantren. OJK akan memfasilitasi dan melakukan pendampingan yang saat ini akan digulirkan melalui pilot project Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).
"Pengelolaan dan kegiatan LKMS ini akan melibatkan pengurus pondok pesantren dan tokoh masyarakat setempat," kata Wimboh, akhir pekan lalu.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan BMT Joelarso berharap adanya sinergi antara sesama lembaga mikro maupun lembaga mikro dan perbankan. Ia mengkritik banyaknya lembaga mikro akan semakin menekan pasar mikro dan membuat lembaga mikro saling menjadi predator. "Kalau di mikro sudah ada pemain lama, pemerintah dan regulator jangan membuat hal baru lagi di sektor mikro, nanti jadi pertempuran sengit. Nanti tumpang tindih dan saling jadi predator. Jadi tidak kondusif," kritiknya.
Apalagi menurutnya saat ini BMT masih tertekan kondisi ekonomi yang stagnan dan tidak jauh berbeda dari tahun lalu. Pada tahun ini pun lembaga mikro ini diperkirakan tidak dapat tumbuh dan hanya bergerak stagnan.
Dengan demikian, untuk menghindari adanya tumpang tindih, ia berharap pemerintah dan regulator mau memfasilitasi berbagai sinergi antara lembaga mikro. "Kan bisa diatur sinergi antara perbankan dan BMT. Tidak perlu lagi membuat lembaga mikro. Saya harap ada program yang menainergikan antara perbankan dan BMT atau lembaga mikro lain," kata Joelarso.