Selasa 05 Sep 2017 10:21 WIB

Alasan Cina dan ASEAN Diamkan Krisis Rohingya

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah umat muslim Rohingya menunaikan Salat Iduladha di Masjid Pealeshung, di kawasan kamp pengungsian internal di kota Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Sabtu (2/9).
Foto: Antara/Willy Kurniawan
Sejumlah umat muslim Rohingya menunaikan Salat Iduladha di Masjid Pealeshung, di kawasan kamp pengungsian internal di kota Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Sabtu (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Selama beberapa bulan terakhir, bukti serangan militer Myanmar terhadap komunitas minoritas Rohingya Muslim semakin meningkat, termasuk pemerkosaan dan pembunuhan. Hal ini menyebabkan sedikitnya 43 ribu pengungsi melarikan diri sejak Oktober.

Meskipun ada pelanggaran hak asasi manusia Myanmar terhadap Rohingya, tekanan diplomatik terhadap Myanmar karena kekejaman militernya sangat kurang. Cina adalah sekutu terdekat Myanmar, memiliki pengaruh besar di negara ini, dan melakukan bisnis yang luas di negara bagian Rakhine, di mana pelanggaran Rohingya terjadi.

Seperti dilansir Forbes tahun lalu, Cina seharusnya memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi atas pelecehan hak asasi manusia di Myanmar. Cina harus memimpin dalam mengontrol tingkah laku Myanmar, tapi sampai saat ini belum melakukannya.

Menurut seorang diplomat Asia, Cina secara diam-diam menyetujui pelecehan hak asasi manusia di Myanmar sehingga tidak menciptakan preseden buruk yang dapat memengaruhi pelecehan hak asasi manusia di Cina sendiri. Ini juga dilakukan untuk menolak hak asasi manusia AS yang mungkin memberikan pengaruh yang lebih banyak di Asia.

Cina selama ini sering menentang gagasan tentang hak asasi manusia universal, dan memiliki kepentingan strategis dan bisnis di Myanmar. Beberapa perusahaan Cina saat ini melakukan bisnis di atau di lepas pantai negara bagian Rakhine, di mana pelecehan hak asasi manusia tersebut terjadi. Perusahaan itu adalah China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan Petro China.

Diamnya Cina terhadap isu Rohingya kemungkinan disebabkan oleh kepentingan bisnis di daerah tersebut. Diamnya Cina berarti secara diam-diam mendukung Myanmar secara diplomatis dalam isu Rohingya. Seorang sumber diplomatik Asia menuduh Cina dan sebagian besar negara ASEAN mengabaikan krisis Rohingya, atau mendukung Myanmar di belakang layar.

Sebab, mereka tidak ingin memberikan preseden bagi pihak luar untuk campur tangan dalam masalah HAM domestik mereka. Preseden semacam itu dapat digunakan untuk melawan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas mereka sendiri.

Selain itu, Cina melihat keluhan hak asasi manusia sebagai jalan potensial bagi pengaruh AS masuk ke Asia. Cina dan sebagian besar negara ASEAN memiliki minoritas mereka sendiri yang didiskriminasi, atau lebih buruk lagi.

Kelompok minoritas yang diperlakukan paling buruk di Cina berada di Xinjiang dan Tibet. Oleh karena itu, preseden Rohingya mereka hindari untuk melindungi kebijakan Cina di provinsi tersebut. Ini menurut sumber diplomatik Asia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement