REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank syariah dinilai perlu fokus menggarap segmen pensiunan. Hal ini untuk mempertajam model bisnis dan memilih segmen lebih kuat agar rasio pembiayaan bermasalah atau Nonperforming Financing (NPF) tidak terus meningkat. Saat ini NPF perbankan syariah masih tinggi hingga mencapai 4,5 persen.
"Misalnya untuk segmen pensiunan, produk pembiayaan untuk pensiunan dapat disediakan secara luas untuk memenuhi kebutuhan pensiunan. Hal itu meliputi renovasi rumah tinggalnya, pembelian kendaraan, biaya pendidikan anak, biaya pernikahan anak, dan lain-lain," kata Pengamat Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics Aziz Setiawan kepada Republika.co.id, Senin, (11/9).
Menurutnya, segmen pensiunan berpotensi besar dan memiliki pendapatan pasti sehingga risikonya kecil. Ia menambahkan, bila dicermati, pada beberapa bank, segmen tersebut juga menyumbang NPF yang relatif kecil.
"Pembiayaan syariah untuk segmen ini bisa menyasar pensiunan atau janda serta duda pensiunan dari PNS, TNI, Polri, BUMN, BUMD, juga swasta. Pokoknya mereka yang menerima manfaat pensiunan bulanan," tutur Aziz.
Ia memaparkan, secara potensi, Taspen memiliki jumlah peserta sebanyak 6,7 juta yang terdiri dari 4,2 juta peserta aktif dan 2,5 juta peserta pensiun. "Jumlah itu sangat besar untuk bank syariah. Belum lagi tren peningkatan pensiunan pegawai swasta yang semakin tumbuh kesadarannya untuk memiliki program pensiun," ujarnya.
Ke depan, kata dia, ceruk pasar tersebut bakal terus membesar seiring perkembangan demografi di Indonesia. Hal itu karena, negara ini kemungkinan masih menikmati masa bonus demografi dalam beberapa tahun ke depan.
"Hanya saja tantangannya, bagaimana bank syariah bisa diterima dan relevan oleh segmen ini yang tentunya punya karakter khusus sehingga membutuhkan layanan berbeda," kata Aziz. Maka, ia mengimbau bank syariah supaya menggali beberapa sektor lain pula yang memilki prospek pembiayaan sehat.
Terlebih, ujar Aziz, kini terjadi kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) cukup tinggi pada bank syariah. Dengan begitu berdampak positif bagi likuiditas perbankan syariah. "Sampai awal semester II 2017, rasio likuiditas bank syariah masih cenderung longgar jika dibandingkan bank konvensional," ujar Aziz. Dia mengatakan, hal itu terlihat dari posisi financing to deposit ratio (FDR) Bank Umum Syariah (BUS) yang berada di level 82,69 persen per Juni 2017 atau turun dari posisi Juni tahun lalu sebesar 89,32 persen. Aziz menilai, ruang ekspansi pembiayaan ke depan bagi bank syariah cukup besar.