REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Ahmad Sahroni menegaskan permintaan agar hak dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal penuntutan dipisah, bukan berasal dari inisiatif Jaksa Agung namun wacana yang dikeluarkan Komisi III saat Rapat Dengar Pendapat dengan Kejaksaan Agung, Senin (11/9). "Terkait dengan pemberitaan seolah-olah Jaksa Agung meminta hak dan kewenangan KPK dalam hal penuntutan dikembalikan ke Kejaksaan, itu tidak benar. Wacana itu justru berasal dari Komisi III. Bukan dari Jaksa Agung," tegas Sahroni, di Jakarta, Rabu (13/9).
Anggota Pansus Angket KPK dari Partai Nasdem itu menjelaskan, wacana tersebut muncul karena Komisi III DPR ingin ada sistem kontrol dalam penegakan hukum. Dalam hal ini, Komisi III DPR ingin agar institusi penegak hukum yang melakukan penyelidikan atau penyidikan (lidik/sidik), tidak melakukan penuntutan.
"Dan barang siapa yang melakukan penuntutan, hendaknya tidak mengadili. Kita ingin ada pemisahan yang jelas agar ada kontrol," jelasnya.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Sahroni untuk meluruskan opini yang berkembang di masyarakat bahwa Prasetyo telah menentang Presiden Joko Widodo dengan melakukan upaya pelemahan KPK. Sahroni menduga opini yang dikembangkan sejumlah LSM itu dilakukan untuk mengadu domba. Jaksa Agung dikesankan sedang membantah perintah Presiden.
"Mana mungkin Jaksa Agung melawan Presiden. Ini opini adu domba saja dibuat agar Jaksa Agung membantah presiden. Saya katakan Jaksa Agung tidak mengambil hak kewenangan KPK," tegasnya.