Indonesia dan Australia semakin mendekati batas waktu untuk mengunci kesepakatan dagang bilateral, tapi kurangnya kepercayaan satu sama lain menjadi hambatan terbesar. Menurut Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo, dibutuhkan kemauan politik lebih besar dan panduan dari pemimpin kedua negara agar perjanjian itu bisa diamankan.
Ia mengatakan Australia juga perlu untuk membuka pintu bagi pekerja Indonesia. "Saya pikir tampaknya kita kurang percaya satu sama lain," kata Iman yang kepala negosiator perdagangan Indonesia.
"Tapi saya pikir dengan kunjungan antara kedua menteri, suasananya semakin baik."
Menteri Perdagangan Australia Steve Ciobo berada di Jakarta pekan ini untuk pertemuan ke-17 dengan Menteri Perdagangan Enggartiaso Lutika. Kedua pihak menyatakan telah menetapkan tenggat waktu November untuk kesepakatan, sebulan lebih awal dari yang direncanakan sebelumnya. Tapi keduanya tidak berkomentar tentang rincian negosiasi.
Kedua negara mengatakan ini akan menjadi perjanjian yang sama-sama menguntungkan, tapi itu akan bisa teruji bila detailnya sudah diungkap. Sulit untuk memahami kalau Indonesia akan memberi sangat banyak karena selalu sangat proteksionis dan Presiden Joko Widodo belum melakukan apa-apa untuk menyingkirkan reputasi itu.
Faktanya, sejak Jokowi menjadi presiden tahun 2014, tarif impor sejumlah barang dinaikkan. "Saya harus mengakui kalau kami kadang-kadang mengirim sinyal yang salah ke mitra, tidak hanya Australia tapi juga mitra negosiasi," kata Iman.
Kesepakatan termasuk pelatihan pekerja Indonesia di Australia
Iman mengatakan bagian penting dari kesepakatan adalah pelatihan bagi pekerja Indonesia dari beragam sektor, termasuk kesehatan, turisme dan teknologi informasi.
Misalnya, pelatihan perawat dari Indonesia akan dilakukan di Australia, meskipun adalah kekhawatiran tentang kesuksesannya kecuali mereka punya kemampuan bahasa Inggris yang kuat.
"Saya mengerti ini mungkin akan cukup menantang bagi Australia untuk membuka pintunya bagi pekerja Indonesia tapi saya pikir kita akan menemukan jalan untuk menyelesaikan ini," kata ia.
Kesepakatan perdagangan "bebas" dalam arti sebenarnya tidak mungkin terjadi. Tapi kedua pemerintahan tetap dengan tajuk resmi "Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement" atau IA-CEPA.
Australia telah menghapus sama sekali tarif untuk herbisida dan pestisida yang masuk dari Indonesia dan Indonesia akan mengurangi tarif 5 persen untuk gula mentah dari Australia. Perdagangan dua arah antara Australia dan Indonesia sangat rendah, sekitar 15 miliar dolar.
Indonesia yang berpopulasi 250 juta jiwa adalah mitra dagang terbesar ke-12 bagi Australia.
Iman tidak dapat menyebutkan angka seberapa banyak kesepakatan akan mendongkrak nilai perdagangan. Ia mengatakan seharusnya fokus lebih pada investasi dan hubungan orang per orang daripada perdagangan barang. "Kami harus mencari tombol yang tepat bagi negosiator untuk mempercepat proses negosiasi," kata ia.
Kesepakatan, apapun rinciannya, akan dilihat sebagai langkah penting dalam hubungan bilateral dan sebagai tanda penguatan.
Diterjemahkah oleh Alfred Ginting dari ABC News.