REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan, sepanjang KPK masih memiliki paling sedikit dua alat bukti yang sah, KPK masih tetap dapat menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka. Pada Jumat (29/9), status tersangka Novanto telah dibatalkan oleh hakim praperadilan Cepi Iskandar.
Argumentasi Miko didasarkan atas putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 dan Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016. "Peluang bagi KPK untuk menetapkan kembali Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus KTP-elektronik masih sangat terbuka," kata Miko, Senin (2/10).
Apabila KPK ingin menetapkan Setnov kembali sebagai tersangka, kata Miko, KPK harus segera merampungkan pemeriksaan dan melimpahkan perkara tersebut untuk disidangkan. Dia menilai sebagaimana pertanyaan mengenai substansi putusan, kejanggalan dari sisi proses turut menguatkan bahwa jalannya praperadilan Setnov tidak dalam kondisi ideal.
Kejanggalan dari sisi proses itu, menurut dia, seperti, hakim mengabaikan permohonan intervensi dengan alasan belum tercatat dalam sistem administrasi registrasi perkara. Penasihat hukum Setnov yang membawa sejumlah bukti dari Pansus Hak Angket KPK di DPR, menurut Miko, juga seharusnya menjadi ruang untuk mengevaluasi putusan praperadilan tersebut.
Salah satu kuasa hukum Setya Novanto, Agus Trianto, mengapresiasi putusan hakim praperadilan atas kliennya yang mengabulkan sebagian permohonan terhadap penetapan tersangka oleh KPK dalam kasus proyek pengadaan KTP-el. Namun, Agus tidak ingin menanggapi saat ditanya jika kliennya ditetapkan tersangka kembali oleh KPK.