Jumat 06 Oct 2017 16:00 WIB

Misi Napoleon Taklukkan Mesir

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Senja Terakhir di Kairo (ilustrasi)
Senja Terakhir di Kairo (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada abad ke-18, inilah yang agaknya dianggap Edward Said sebagai tonggak awal orientalisme. Pada 1798, Napoleon Bonaparte menginvasi Mesir dengan kekuatan militer dan cendekiawan akademis terpilih.

Daya tarik Mesir bagi Napoleon juga lantaran negeri mayoritas Muslim itu menyimpan khazanah bahasa, budaya, dan agama yang, menurutnya, patut diketahui orang Eropa (Barat). Lantaran invasi Napoleon pula, dunia Islam khususnya Mesir yang kala itu masih ortodoks Islam mulai mengenal perkembangan teknologi Eropa serta nilai-nilai liberal yang cenderung netral agama.

Beberapa sejarawan mempertimbangkan abad ke-18 sebagai akhir pengaruh misionaris Kristen terhadap studi keislaman. Sejak memasuki abad ke-19, interaksi antara umat Kristen dan Islam lebih didasarkan relasi dagang atau po litik, yang timpang, alih-alih dibingkai da lam pemahaman agama-agama itu sendiri.

Namun, tulisan-tulisan orientalis masih diwarnai stigma terhadap Islam atau sosok Nabi Muhammad SAW. Di sisi lain, Kristen Eropa mengalami tantangan dari sekularisme yang hendak menying kirkan dasar agama dari ruang publik, termasuk di bidang akademik.

Mulai dari paruh kedua abad ke-19 hingga awal abad ke-20, studi keislaman masuk ke dalam kajian ilmu perban dingan agama-agama (Religionswissen schaft). Filologi atau studi atas naskah dan teks lama masih menjadi dasar ber pijaknya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement