REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Wartawan dan mahasiswa Purwokerto menggelar aksi demo di Setda Banyumas, Selasa (10/10). Aksi yang dilakukan dua kelompok tersebut, dilakukan dalam waktu berbeda. Aksi yang dilakukan wartawan digelar sekitar pukul 10.00 WIB, sedangkan aksi yang digelar mahasiswa digelar sekitar pukul 14.00 WIB.
Aksi itu sempat ricuh karena wartawan yang hendak masuk ke halaman Setda Banyumas sempat dihalang-halangi petugas Satpol PP. Petugas yang tidak menduga wartawan akan menggelar aksi, langsung menutup pintu gerbang masuk kompleks setda.
Perdebatan keras sempat terjadi antara petugas Satpol PP dan wartawan yang menggelar aksi. Namun setelah beberapa pejabat pemkab mengetahui aksi dilakukan wartawan, mereka memerintahkan pintu gerbang dibuka.
Selama aksi, beberapa petugas Satpol PP juga masih mencoba memprovokasi wartawan sehingga sempat terjadi kericuhan. Namun setelah beberapa pejabat turun tangan, kericuhan bisa diredam.
Kepada Bupati Achmad Husein yang kemudian menemui wartawan, para jurnalis yang menggelar aksi meminta agar kasus penganiayaan yang dilakukan beberapa oknum Satpol PP ditindak tegas. "Kami minta Bupati mengusut kasus ini, dan menuntut pertanggungjawaban kenapa Kepala Satpol PP membiarkan aksi kekerasan terjadi," tegas fotografer Antara, Idad Zakaria.
Ketua PWI Banyumas Sigit Oediarto, juga menyampaikan desakan serupa. "Wartawan selama ini sudah sangat familiar dengan para PNS di lingkungan setda karena banyak membantu Pemkab mensosialisasikan program-program pembangunan. Tapi kenapa saat wartawan meliput kejadian aksi dan mengalami kekerasan oleh petugas Satpol PP, tidak ada pejabat yang mencegah," jelasnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Bupati manyatakan bertanggung jawab sepenuhnya atas kejadian tersebut. "Kami akan menyelidikan kasus ini. Kami minta wartawan bersabar menunggu hasil penyelidikan internal yang kami lakukan," katanya.
Sementara dalam aksi yang dilakukan ratusan mahasiswa, mereka mengecam aksi kekerasan yang dilakukan aparat terhadap mahasiswa dan juga wartawan. Mereka juga menyuarakan penentangan terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Baturraden yang disuarakan rekan-rekan mereka sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, aksi kekerasan yang menimpa wartawan dan mahasiswa dalam kejadian Senin (9/10) malam, berawal dari aksi yang digelar mahasiswa. Mereka menuntut proyek PLTPB Baturraden dihentikan karena dinilai merusak lingkungan. Aksi digelar dengan membuat tenda di depan pintu masuk gedung setda pada malam hari, sehingga aparat melakukan pembubaran paksa.
Dalam pembubaran tersebut, sebanyak 28 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Purwokerto diamankan ke mapolres. Lebih dari itu, sejumlah mahasiswa juga mengalami luka-luka akibat kekerasan aparat. "Tadi pagi, semua mahasiswa sudah dipulangkan. Sebagian yang luka, juga mendapat pengobatan," jelas aktivis hukum, Aan Rochaeni yang mendampingi para mahasiswa.