REPUBLIKA.CO.ID, MOGADISHU -- Korban tewas akibat dua bom, yang meledak di perempatan padat kendaraan di jantung ibu kota Somalia, Mogadishu pada Sabtu (14/10) lebih dari 200 orang. .
Serangan bom tersebut menjadi peristiwa paling mematikan sejak gerilyawan mulai mengangkat senjata melawan pemerintah satu dasawarsa lalu.
Seorang senator Abshir Abdi Ahmed mengatakan, jumlah korban yang tewas mencapai 231 orang. Lebih dari 275 lainnya terluka. Ini menjadi serangan tunggal terbesar di negara Tanduk Afrika itu.
Jumlah korban itu dari dokter di rumah sakit yang ia kunjungi di Mogadishu. "Banyak korban yang belum bisa diidentifikasi," ujarnya.
Presiden Mohamed Abdullahi Famaajo menetapkan tiga hari masa berkabung nasional dan meminta warga menyumbangkan darah. Dia juga menyeru masyarakat membantu korban serangan tersebut.
Kepolisian mengatakan, truk membawa bom meledak di depan hotel di perempatan K5, yang dekat dengan gugus gedung pemerintahan, restoran, dan kios. Ledakan itu meratakan sejumlah bangunan dan membuat puluhan kendaraan terbakar. Dua jam kemudian, satu bom lain meledak di distrik Medina, kota sama.
"Jumlah korban tewas naik menjadi 85 orang. Sementara ini data menunjukkan sekitar 100 orang terluka," kata polisi Mohamed Hussein kepada Reuters.
Dia memperkirakan jumlah korban naik kembali. Kepolisian setempat sebelumnya menerangkan korban tewas mencapai 22 orang.
Pada Ahad, kepolisian dan petugas penyelamat berupaya mencari para korban di dalam timbunan reruntuhan gedung. Mereka berhasil mengangkat puluhan mayat yang sudah tidak bisa dikenali identitasnya, pada malam sebelumnya.
Di sisi lain, ratusan orang mendatangi lokasi pengeboman untuk mencari anggota keluarga mereka yang hilang. Pihak kepolisian sendiri sudah membatasi area tersebut karena alasan keamanan.
Belum ada kelompok mengaku bertanggung jawab. Meski demikian, kelompok bersenjata Al Shabaab, yang berafiliasi dengan Alqaidah, sering menggelar serangan di ibu kota dan daerah lain di Somalia.
Al Shabaab kini tengah bergerilya melawan pasukan pemerintah yang dibantu oleh tentara Uni Afrika dengan tujuan menggulingkan pemerintahan dan menerapkan aturan agama sesuai dengan interpretasi mereka.
Al Shabaab menguasai Mogadishu selama empat tahun antara 2007 hingga 2011. Mereka mundur saat mendapat serangan balasan dari pasukan perdamaian kiriman Uni Afrika, yang juga berhasil mengusir Al Shabaab dari daerah kekuasaan mereka