Kamis 19 Oct 2017 04:30 WIB

Gemar Mengumbar Aib

Mengumbar aib(ilustrasi)
Foto: johnprattbooker.com
Mengumbar aib(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jika hari nurani kita masih merasakan, tentu kita tak ingin aib kita diumbar. Fitrah manusia merasa tidak nyaman saat melakukan perbuatan tercela. Apalagi jika aib kita tersebar luas. Entah perasaan campur aduk seperti apa yang terjadi.

Jika kita dengan sadar enggan aib kita diketahui orang, maka mulai sekarang tutuplah rapat-rapat aib orang lain. Perbuatan menutupi aib orang lain dijanjikan Rasulullah akan berdampak juga pada diri kita. 

Rasulullah SAW bersabda, "Dan barangsiapa yang menutup aib seorang Muslim, niscaya Allah menutup aibnya di dunia dan akhirat." (HR Muslim).

Hal yang sama juga akan terjadi saat seseorang amat gemar mengumbar aib saudaranya. Seolah sudah tidak ada lagi rasa kemanusiaan dan persaudaraan. Allah SWT menjanjikan, siapa saja yang mengumbar aib saudaranya, maka Allah SWT akan membuka aib orang tersebut. Dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi dijelaskan rinci, Allah akan membuka aib orang tersebut meskipun aib itu dirahasiakan di lubang kendaraannya. 

Apa kuasa kita atas Allah SWT yang Maha Mengetahui. Perbuatan setitik zarrah pun pasti diketahui oleh-Nya. Jika Allah sudah menjanjikan akan membuka aib seseorang jika orang tersebut membuka aib saudaranya, maka akan kemanakah kita bersembunyi?

Godaan kepentingan, keinginan untuk menjatuhkan, tersengat rasa iri atau bahkan faktor lingkungan kadang membuat kita menjadi berani menjadi penyebar aib seseorang. Bahaya lisan memang amat besar. meskipun ia juga bisa menjadi sarana hidayah seseorang. Di sisi lain, ia bisa menjadi pisau yang amat tajam menusuk perasaan saudara seiman.

Jika seseorang kita lihat melakukan perbuatan maksiat, maka hak dia untuk mendapatkan nasihat dari kita. Secara otomatis, nasihat untuk menghentikan perbuatan maksiat tersebut menjadi kewajiban yang harus kita tunaikan.  Kita nasihati agar tidak lagi melakukan perbuatan nista. Hanya itu. Sementara menutup rapat aib orang tersebut adalah hak orang itu dan menjadi kewajiban yang melekat pada kita.

Mari kita simak ungkapan Imam Syafii yang indah ini. "Siapa yang menasehati saudaranya dengan tetap menjaga kerahasiaannya berarti dia benar-benar menasihatinya dan memperbaikinya. Sedang yang menasihati tanpa menjaga kerahasiaannya, berarti telah mengungkap aibnya  dan mengkhianatinya."  

Mari kita niatkan untuk saling menjaga dan menasihati dalam ketakwaan. Lantas memberikan hak saudara kita sesuai porsinya. Dengan saling menutupi aib dan membiasakan saling menasihati semoga tercipta ukhuwah yang jauh amat kuat. 

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement